Total Tayangan Halaman

Kamis, 01 Desember 2011

Periode Khalifah Ustmani

PERIODE SETELAH DAULAT ABBASIYAH SAMPAI TUMBANGNYA KEKHILAFAHAN TURKI UTSMANI 
Pada masa Khilafah Utsmani, para ahli sejarah sepakat bahwa zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains dan politik.

Pasca berakhirnya keluasaan Daulat Abbasiyah, kepemimpinan Islam berlanjut dengan kepemimpinan Daulat Utsmaniyah. Daulat Utsmaniyah yang juga dikenal dengan sebutan Kesultanan atau Kekaisaran Turki Ottoman, didirikan oleh Bani Utsman, yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya (1299 s.d. 1923) dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil.

Kesultanan ini menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi dengan Konstantinopel (sekarang Istambul) sebagai ibukotanya. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat. Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada abad 20. Musuh-musuh Islam membutuhkan waktu selama satu abad untuk melepaskan ikatan ideologi Islam dari tubuh umat Islam, yang pada akhirnya tanggal 3 Maret 1924 M yang bertepatan dengan tanggal 28 Rajab 1342 Hijriah, melalui Mustafa Kemal Attaturk yang merupakan agen Inggris dan anggota Freemasonry (sebuah organisasi Yahudi), membubarkan institusi Kekhilafahan Islam terakhir di Turki dan menggantikannya dengan Republik Turki. Maka, sejak saat itu ideologi Islam benar-benar terkubur ditandai dengan dihilangkannya institusi khilafah oleh majelis nasional Turki dan diusirnya Khalifah terakhir.
BEBERAPA CATATAN PENTING
Menyimak betapa besar kontribusi Islam terhadap lahirnya peradaban Islam berskala dunia terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, sesungguhnya kemajuan yang dicapai Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam. Dunia Barat sekarang sejatinya berterima kasih kepada umat Islam. Akan tetapi pada kenyataannya pihak Barat (non Muslim) telah sengaja menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan muslim tersebut yang pada akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan. Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan muslim atas sumbangsihnya yang amat besar bagi peradaban umat manusia di dunia dalam menyongsong kembali kejayaan Islam dan umatnya.

Kita dapat menyimak, bahwa puncak pencapaian penguasaan sains dan teknologi pada zaman kejayaan umat Islam masa lalu terkait erat dengan tegaknya sistem kekhilafahan, dimana adanya sistem komando yang terintegrasi secara global yang peranan secara politik sejalan dengan peranan agama. Kita juga mendapatkan gambaran dalam sejarah bahwa sosok para pemimpin terdahulu yang shaleh selain sebagai seorang negarawan yang handal dan mumpuni, juga sebagai seorang ‘ulama wara’ yang takut pada Rabb-nya, mencintai ilmu serta mencintai rakyatnya. Pada aspek ini kita bisa melihat adanya integrasi tiga pilar utama dalam pembentukan peradaban Islam yaitu agama, politik dan ilmu pengetahuan terpadu dalam satu kendali sistem kekhilafahan dibawah pimpinan seorang khalifah.

Keberlangsungan sistem kekhilafahan terutama sejak zaman Daulat Umayyah dan Daulat Abbasiyah walaupun bersifat khalifatul mulk (estapeta kepemimpinan didasarkan pada keturunan/dinasti) yang adakalanya dipimpin oleh orang shaleh dan sekali waktu dipimpin oleh orang zhalim dan durhaka, tetapi seburuk-buruk kondisi pada masa kehilafahan, masih jauh lebih baik daripada masa setelah tercerabutnya kehilafahan, karena pada masa kekhilafahan hukum Islam masih tegak dan ditaati oleh umat Islam, demikian juga adanya ketaatan terhadap berbagai fatwa para ‘ulama.

Segala hal yang baik dari para pendahulu umat Islam seyogiannya menjadi cerminan teladan bagi kita, sementara segala hal yang kurang baik, sejatinya dijadikan sebagai pelajaran yang sangat berharga.

Awal meredupnya peradaban Islam yang terjadi sejak abad ke-8 hijriah (abad 13 M) hingga abad ke-14 hijriah (abad 20 M) yang telah mengakibatkan proses peralihan dari peradaban Islam ke keradaban Barat yang ditandai dengan masa pencerahan di dunia Barat serta terjadinya penjajahan, penaklukan dan aneksasi terhadap negeri-negeri muslim oleh armada perang dari negara-negara Barat lebih disebabkan oleh melemahnya legitimasi politik dunia Islam karena peran kekhilafahan cenderung bersifat simbol serta hanya sebatas seremonial saja hingga tumbangnya sistem kekhilafahan di dunia Islam. Dari situlah kemudian dimulainya hegemoni dunia Barat terhadap dunia Islam.

Jadi, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya peran umat Islam bukanlah terletak pada kuatnya pihak musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh melemahnya kekuatan umat Islam yang diakibatkan oleh perbuatan kemaksiatan yang dilakukan. Kemaksiatan terbesar terutama berupa sikap menyekutukan Alloh Swt (musyrik) dalam beribadah serta tidak memperdulikan lagi atas berbagai aturan (syari’at) yang diperintahkan-Nya.

Perbuatan maksiat yang dilakukan oleh umat Islam itulah yang telah dikhawatirkan oleh Umar bin Kaththabr.a. saat beliau menjadi Khalifah, hal ini sebagaimana dapat kita simak dari pesan tertulis beliau yang pernah disampaikannya kepada Sa’ad bin Abi Waqash ketika akan menghadapi sebuah pertempuran. Pada surat itu ditulis pesan sebagai berikut:

“Umar bin Kaththab ra. telah menulis sepucuk surat kepada Sa’ad bin Abi Waqash r.a.: ‘Sesungguhnya kami memerintahkan kepadamu dan kepada seluruh pasukan yang kamu pimpin, agar taqwa dalam segala keadaan, karena taqwa kepada Alloh merupakan seutama-utamanya persiapan dan strategi paling kuat dalam menghadapi pertempuran. Aku perintahkan pula kepadamu dan pasukan yang kamu pimpin agar benar-benar menjaga diri dari berbuat maksiat. Karena maksiat yang engkau perbuat pada saat berjuang lebih aku khawatirkan daripada kekuatan musuh, sebab engkau akan ditolong Alloh jika musuh-musuh Alloh telah berbuat banyak maksiat, karena jika tidak demikian kamu tidak akan punya kekuatan sebab jumlah kita tidaklah sebanyak jumlah pasukan mereka, dimana persiapan mereka berbeda dengan persiapan yang kita lakukan. Jika kita sama-sama berbuat maksiat sebagaimana yang dilakukan oleh musuh-musuh kita, maka kekuatan musuh akan semakin hebat. Sangatlah berat kita akan dapat mengalahkan musuh kita jika hanya mengandalkan pada kekuatan yang kita miliki, kecuali dengan mengandalkan ketaqwaan kita kepada Alloh dan senantiasa menjaga diri dari berbuat maksiat...” (Lihat : Kitab Al ‘Aqdul Farid jilid I, hlm. 101; Kitab Nihayatul Arab jilid VI, hlm. 168; Kitab Ikhbarul Umar wa Ikhbaru Abdullah bin Umar jilid I, hlm. 241-242; Kitab Ikbasu min Ikhbarul Khulafa Ar-Rosyidin hlm 779, serta buku Jihad tulisan Dr. Mahfudz Azzam, hlm. 28).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar