A. Muqaddimah
Belajar Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi kemampuan menyimak (listening competence/mahaarah al – Istima’), kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (reading competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis (writing competence/mahaarah al – Kitaabah).
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
- Tujuan Pengajaran Belajar bahasa ibu (bahasa bawaan -edt) merupakan tujuan yang hidup, yaitu sebagai alat komunikasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu motivasi untuk belajarnya sangat tinggi. Sementara itu belajar bahasa asing, seperti bahasa Arab (bagi non Arab), pada umunya mempunyai tujuan sebagai alat komunikasi dan ilmu pengetahuan (kebudayaan). Namun bahasa asing tidak dijadikan sebagai bahasa hidup sehari-hari, oleh karena itu motivasi belajar Bahasa Arab lebih rendah daripada bahasa ibu. Padahal besar kecilnya motivasi belajar Bahasa Arab mempengaruhi hasil yang akan dicapai.
- Kemampuan dasar yang dimiliki Ketika anak kecil belajar bahasa ibu, otaknya masih bersih dan belum mendapat pengaruh bahasa-bahasa lain, oleh karena itu ia cenderung dapat berhasil dengan cepat. Sementara ketika mempelajari Bahasa Arab, ia telah lebih dahulu menguasai bahasa ibunya, baik lisan, tulis, maupun bahasa berpikirnya. Oleh karena itu mempelajari bahasa Arab tentu lebih sulit dan berat, karena ia harus menyesuaikan sistem bahasa ibu kedalam sistem bahasa Arab, baik sistem bunyi, struktur kata, struktur kalimat maupun sistem bahasa berpikirnya1.
B.Prinsip-prinsip pengajaran Bahasa Arab (asing)
Ada lima prinsip dasar dalam pengajaran bahasa Arab asing, yaitu prinsip prioritas dalam proses penyajian, prinsip koreksitas dan umpan balik, prinsip bertahap, prinsip penghayatan, serta korelasi dan isi;
1.Prinsip prioritas
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, ada prinsip-prinsip prioritas dalam penyampaian materi pengajaran, yaitu;
pertama, mengajarkan, mendengarkan, dan bercakap sebelum menulis.
Kedua, mengakarkan kalimat sebelum mengajarkan kata.
Ketiga, menggunakan kata-kata yang lebih akrab dengan kehidupan sehari-hari sebelum mengajarkan bahasa sesuai dengan penutur Bahasa Arab.
Mendengar dan berbicara terlebih dahulu daripada menulis. Prinsip ini berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa yang baik adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami pada manusia2, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya dari mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan mendengar/menyimak harus lebih dulu dibina, kemudian kemampuan menirukan ucapan, lalu aspek lainnya seperti membaca dan menulis. Ada beberapa teknik melatih pendengaran/telinga,yaitu:
i.Guru bahasa asing (Arab) hendaknya mengucapkan kata-kata yang beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara peserta didik menirukannya di dalam hati secara kolektif.
ii.Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ه – ح, ء – ع س– ش, ز – ذ , dan seterusnya3.
iii.Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik, seperti: خ, ذ, ث, ص, ض dan seterusnya. Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut
4.
ii.Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ه – ح, ء – ع س– ش, ز – ذ , dan seterusnya3.
iii.Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik, seperti: خ, ذ, ث, ص, ض dan seterusnya. Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut
4.
i.Peserta didik dilatih untuk melafalkan huruf-huruf tunggal yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf dengan tanda panjang dan kemudian dilatih dengan lebih cepat dan seterusnya dilatih dengan melafalkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Misalnya : بى, ب, با, بو dan seterusnya.
ii.Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
ii.Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
2)Mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan bahasa
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru bahasa Arab dapat memilih kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik dan mengandung kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang hendaknya di penggal – penggal). Contoh: اشتريت سيارة صغيرة بيضاء مستعملة مصنوعة في اليا بان Kemudian dipenggal – penggal menjadi : اشتريت سيارة اشتريت سيارة صغيرة اشتريت سيارة صغيرة بيضاء Dan seterusnya..
2.Prinsip korektisitas (الدقة) Prinsip ini diterapkan ketika sedang mengajarkan materi الأصوات (fonetik), التراكب (sintaksis), dan المعانى (semiotic). Maksud dari prinsip ini adalah seorang guru bahasa Arab hendaknya jangan hanya bisa menyalahkan pada peserta didik, tetapi ia juga harus mampu melakukan pembetulan dan membiasakan pada peserta didik untuk kritis pada hal-hal berikut: Pertama, korektisitas dalam pengajaran (fonetik). Kedua, korektisitas dalam pengajaran (sintaksis). Ketiga, korektisitas dalam pengajaran (semiotic). a.Korektisitas dalam pengajaran fonetik Pengajaran aspek keterampilan ini melalui latihan pendengaran dan ucapan. Jika peserta didik masih sering melafalkan bahasa ibu, maka guru harus menekankan latihan melafalkan dan menyimak bunyi huruf Arab yang sebenarnya secara terus-menerus dan fokus pada kesalahan peserta didik5. b.Korektisitas dalam pengajaran sintaksis Perlu diketahui bahwa struktur kalimat dalam bahasa satu dengan yang lainnya pada umumnya terdapat banyak perbedaan. Korektisitas ditekankan pada pengaruh struktur bahasa ibu terhadap Bahasa Arab. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kalimat akan selalu diawali dengan kata benda (subyek), tetapi dalam bahasa Arab kalimat bisa diawali dengan kata kerja ( فعل ). c.Korektisitas dalam pengajaran semiotik Dalam bahasa Indonesia pada umumnya setiap kata dasar mempunyai satu makna ketika sudah dimasukan dalam satu kalimat. Tetapi, dalam bahasa Arab, hampir semua kata mempunyai arti lebih dari satu, yang lebih dikenal dengan istilah mustarak (satu kata banyak arti) dan mutaradif (berbeda kata sama arti). Oleh karena itu, guru bahasa Arab harus menaruh perhatian yang besar terhadap masalah tersebut. Ia harus mampu memberikan solusi yang tepat dalam mengajarkan makna dari sebuah ungkapan karena kejelasan petunjuk.
3.Prinsip Berjenjang ( التدرج) Jika dilihat dari sifatnya, ada 3 kategori prinsip berjenjang, yaitu: pertama, pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan ia ajarkan selanjutnya. Ketiga, ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik jumlah jam maupun materinya.
a.Jenjang Pengajaran mufrodat Pengajaran kosa kata hendaknya mempertimbangkan dari aspek penggunaannya bagi peserta didik, yaitu diawali dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam keseharian dan berupa kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata sambung. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus bertambah dan berkembang kemampuannya.
b.Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem) Dalam pengajaran Qowaid, baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
c.Tahapan pengajaran makna ( دلالة المعانى) Dalam mengajarkan makna kalimat atau kata-kata, seorang guru bahasa Arab hendaknya memulainya dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling banyak digunakan/ditemui dalam keseharian meraka. Selanjutnya makna kalimat lugas sebelum makna kalimat yang mengandung arti idiomatic. Dilihat dari teknik materi pengajaran bahasa Arab, tahapan-tahapannya dapat dibedakan sebagai berikut: pertama, pelatihan melalui pendengaran sebelum melalui penglihatan. Kedua, pelatihan lisan/pelafalan sebelum membaca. Ketiga, penugasan kolektif sebelum individu. Langkah-langkah aplikasi ( الصلابة والمتا نة) Ada delapan langkah yang diperlukan agar teknik diatas berhasil dan dapat terlaksana, yaitu:
1.Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika, karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada gramatika saja.
2.Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi peserta didik.
3.Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
4.Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
5.Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya hitam-putih, bundar-persegi.
6.Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya dipilih huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: الكتاب في الصندوق, Contoh jumlah fi’iliyah : خرج الطاب من الفصل
7.Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat peserta didik harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran mereka.
8.Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka merasa terlibat langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung.
C.Metode Pengajaran Bahasa Arab
Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kecermatan karena ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional.” Penerapan metode pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media pengantar materi pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi penghambat jalannya proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian tujuan, jika tidak tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode. Secara sederhana, metode pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: pertama, metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern. Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka”. Metode pengajaran bahasa Arab modern adalah metode pengajaran yang berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode yang lazim digunakan dalam pengajarannya adalah metode langsung (tariiqah al – mubasysyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa. Penjelasan:
Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kecermatan karena ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional.” Penerapan metode pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media pengantar materi pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi penghambat jalannya proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian tujuan, jika tidak tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode. Secara sederhana, metode pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: pertama, metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern. Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka”. Metode pengajaran bahasa Arab modern adalah metode pengajaran yang berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode yang lazim digunakan dalam pengajarannya adalah metode langsung (tariiqah al – mubasysyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa. Penjelasan:
1.Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik11. Ciri metode ini adalah:
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik11. Ciri metode ini adalah:
a.Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amtsal).
b.Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab – bahasa ibu).
c.Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
d.Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)
e.Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya, terutama mengenai penggunaan model gaya bahasa, al – itnab at Tasbi’ al Istiarah yang merupakan tren / gaya bahasa masa klasik. Aplikasi Metode Qowa’id dan tarjamah dalam proses pembelajaran;
a.Guru mulai mendengarkan sederetan kalimat yang panjang yang telah dibebankan kepada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan sebelumnya dan telah dijelaskan juga tentang makna dari kalimat-kalimat itu.
b.Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya ke dalam bahasa local/bahasa ibu sebagai persiapan materi pengajaran baru.
c.Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca buku bacaan dengan suara yang kuat (Qiroah jahriah) terutama menyangkut hal-hal yang biasanya peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan dan tugas guru kemudian adalah membenarkan.
d.Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga sekuruh peserta didik mendapat giliran. e.Setelah itu siswa yang dianggap paling bisa untuk menterjemahkan, kemudian selanjutnya diarahkan pada pemahaman struktur gramatikanya12.
2.Metode langsung (al Thariiqatu al Mubaasyarah)
Penekanan pada metode ini adalah pada latihan percakapan terus-menerus antara guru dan peserta didik dengan menggunakan bahasa Arab tanpa sedikitpun menggunakan bahasa ibu, baik dalam menjelaskan makna kosa kata maupun menerjemah, (dalam hal ini dibutuhkan sebuah media). Perlu menjadi bahan revisi disini adalah bahwa dalam metode langsung, bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam pengajaran dengan menekankan pada aspek penuturan yang benar ( al – Nutqu al – Shahiih), oleh karena itu dalam aplikasinya, metode ini memerlukan hal-hal berikut;
Penekanan pada metode ini adalah pada latihan percakapan terus-menerus antara guru dan peserta didik dengan menggunakan bahasa Arab tanpa sedikitpun menggunakan bahasa ibu, baik dalam menjelaskan makna kosa kata maupun menerjemah, (dalam hal ini dibutuhkan sebuah media). Perlu menjadi bahan revisi disini adalah bahwa dalam metode langsung, bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam pengajaran dengan menekankan pada aspek penuturan yang benar ( al – Nutqu al – Shahiih), oleh karena itu dalam aplikasinya, metode ini memerlukan hal-hal berikut;
a.Materi pengajaran pada tahap awal berupa latihan oral (syafawiyah)
b.Materi dilanjutkan dengan latihan menuturkan kata-kata sederhana, baik kata benda ( isim) atau kata kerja ( fi’il) yang sering didengar oleh peserta didik.
c.Materi dilanjutkan dengan latihan penuturan kalimat sederhana dengan menggunakan kalimat yang merupakan aktifitas peserta didik sehari-hari.
d.Peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih dengan cara Tanya jawab dengan guru/sesamanya.
e.Materi Qiro’ah harus disertai diskusi dengan bahasa Arab, baik dalam menjelaskan makna yang terkandung di dalam bahan bacaan ataupun jabatan setiap kata dalam kalimat.
f.Materi gramatika diajarkan di sela-sela pengajaran,namun tidak secara mendetail.
g.Materi menulis diajarkan dengan latihan menulis kalimat sederhana yang telah dikenal/diajarkan pada peserta didik.
h.Selama proses pengajaran hendaknya dibantu dengan alat peraga/media yang memadai. Penutup Sebagai penutup, bahwa alur makalah ini lebih menekankan tentang pentingnya: Seorang guru (pendidik) sebaiknya memahami prinsip – prinsip dasar pengajaran bahasa Arab diatas sebagai bahasa asing dengan menggunakan metode yang memudahkan peserta didik dan tidak banyak memaksakan peserta didik ke arah kemandegan berbahasa. Adapun bagi bagi seorang siswa, bahwasanya belajar bahasa apapun, semuanya membutuhkan proses, banyak latihan dan banyak mencoba.
Daftar Pustaka
1.Abdurrahman al – Qadir Ahmad, Thuruqu Ta’alim al – Lughah al – ‘Arabiyah, Maktabah al – Nahdah, al – Mishriyah, Kaira ; 1979.
2.Ahmad al – Sya’alabi, Tarikh al – Tarbiyah al – Islamiyah, Cet. 11, Kaira: tnp., 1961.
3.Ahmad Syalaby, Ta’lim al – Lughah al ‘Arabiyah lighairi al – ‘Arab, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo ; 1983.
4.Anis Farihah, Nazhriyaat Hal Lughah, dar al – Kitab al – Ubnany, Beirut, dar al – Kitab al – Ubnany, 1973.
5.Ibrahim Muhammad ‘Atha, Thuruqu Tadris al – Lughah al – ‘Arabiyah Wa al – Tarbiyah al – Diniyah, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo 1996 M / 1416 H.
6.Jassem Ali Jassem, Thuruqu Ta’lim al – Lughah al – ‘arabiyah Li al – Ajanib, (Kuala Lumpur : A.S Noorden, 1996).
7.Kamal Ibrahim Badri dan Mahmud Nuruddin, Nadzkarah Asas al – Ta’lim al – Lughah al – ajnubiyah, LIPIA, Jakarta, 1406 H
8.Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (perspektif sosiologi-filosofis). P.T Tiara Wacana, Yogyakarta: 2002.
9.Munir, Nizhamu Ta’lim al – Lughah al – ‘Arabiyah fi al – Ma’had al – Islamiyah, Darul Huda, Skripsi, 1996.
10.Munir M.Ag., Pengajaran Bahasa Arab Sebagai Bahasa Asing, yang terkumpul dalam buku yang berjudul Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam. Global Pustaka Utama, Yogyakarta: 2005.
11.Munir, M.Ag., dkk, Rekonstruksi dan Modernisasi Pendidikan Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2005,
2.Ahmad al – Sya’alabi, Tarikh al – Tarbiyah al – Islamiyah, Cet. 11, Kaira: tnp., 1961.
3.Ahmad Syalaby, Ta’lim al – Lughah al ‘Arabiyah lighairi al – ‘Arab, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo ; 1983.
4.Anis Farihah, Nazhriyaat Hal Lughah, dar al – Kitab al – Ubnany, Beirut, dar al – Kitab al – Ubnany, 1973.
5.Ibrahim Muhammad ‘Atha, Thuruqu Tadris al – Lughah al – ‘Arabiyah Wa al – Tarbiyah al – Diniyah, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo 1996 M / 1416 H.
6.Jassem Ali Jassem, Thuruqu Ta’lim al – Lughah al – ‘arabiyah Li al – Ajanib, (Kuala Lumpur : A.S Noorden, 1996).
7.Kamal Ibrahim Badri dan Mahmud Nuruddin, Nadzkarah Asas al – Ta’lim al – Lughah al – ajnubiyah, LIPIA, Jakarta, 1406 H
8.Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (perspektif sosiologi-filosofis). P.T Tiara Wacana, Yogyakarta: 2002.
9.Munir, Nizhamu Ta’lim al – Lughah al – ‘Arabiyah fi al – Ma’had al – Islamiyah, Darul Huda, Skripsi, 1996.
10.Munir M.Ag., Pengajaran Bahasa Arab Sebagai Bahasa Asing, yang terkumpul dalam buku yang berjudul Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam. Global Pustaka Utama, Yogyakarta: 2005.
11.Munir, M.Ag., dkk, Rekonstruksi dan Modernisasi Pendidikan Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2005,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar