Total Tayangan Halaman

Senin, 19 Desember 2011

Pendekatan Trikotomi


Teori ini dikembangkan oleh Allan Samson. Dia menulis pikirannya yang tersebar ke dalam beberapa buku, “Islam and Politics in Indonesia” dalam R.William Liddle (ed). Political Participation in Moedrn Indonesia, New Haven Yale University Press, 1973;116-142. “Conceptions of Politics, Power and Ideologi in Contemporary Indonesia” dalam Karl D. Jackson (ed) Political Power and Communications in Indonesia, Berkeley, University of California Press, 1978; 196-226

Sebagaimana para teoritikus terdahulu, Samson melihat karakteritik Islam di Indonesia tidak bisa dilihat secara tunggal. Termasuk kategori “santri’-pun haruslah dilihat sebagai sesuatu yang kompleks, terutama dalam mengekspresikan keagamaan dan kemauan politiknya.

Dalam kenyataannya, kelompok santri di Indonesia –yang terwadahi dalam NU, Muhamadiyah dan Masyumi– setidak-tidaknya memilki karakter yang sangat variatif; ada yang fundamentalis, reformis dan akomodatif. Yang dimaksud kelompok-kelompok santri dalam pandangan Samson di antaranya adalah mereka-mereka yang tetap mempertahankan Islam sebagai basis dan norma-norma dalam berpolitiknya. Akan tetapi perbedaan itu terasa akan nampak dalam penyikapan mereka terhadap keinginan, gagasan, ide dan kemauan politiknya terutama ketika menghadapi realitas yang berbeda.. Kenyataan berpolitik mereka tercermin dari karakter masing-masing gerakan dan startegi yang dilakukannya. Secara jelas, warna-warna santri dalam berpolitiknya bisa di kategirkan sebagai berikut:

a.Fundamentalis. Adalah sekelompok santri yang biasanya ingin menempatkan agama dalam segala aspek kehidupan, termasuk bernegara. Kelompok ini diwakili oleh sejumlah politisi semacam M.Natsir. Mereka pada umumnya tidak bisa melakukan tawar-menawar dalam kehidupan politik. Mereka lebih tegas memegang prinsip dan cita-cita politiknya.

b.Reformis. Adalah mereka yang ingin menempatkan secara rasional posisi Islam dalam kehidupan politik. Termasuk dalam membangun relasi dan bagi penerapan kepentingan Islam. Mereka juga sebenarnya ingin menempatkan Islam pada posisi strategis di tengah-tengah kekuatan lainnya. Kelompok ini tercermin pada karakter Soekarno dalam membangun kompromi antara agama dan ideologi lainnya.

c. Akomodisionis adalah kelompok santri juga namun mereka lebih terbuka, sekalipun sepintas nampak tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Nampaknya, sikap politik dari kelompok ini sebenarnya ada sesuatu yang akan diraih jauh lebih besar dalam merangkul dan mengambil posisi penting lainnya. Sehingga seolah-olah ada sesuatu yang berani mereka korbankan. Kelompok ini lebih tercermin misalnya dalam gaya berpolitik di kalangan orang-orang NU, terutama ketika Soekarno mengusulkan adanya penggabungan kekuatan utama ideologi politik di Indonesia, yakni Nasionalis, agama dan Komunis. Hanya satu-satunya kelompok santri yang bisa menerima ideologi seperti ini. Alasannya adalah, jika semua santri meninggalkan kebijakan ini, siapa lagi yang bisa mengendalikannya.

Kategori Allan Samson ini sebenarnya tidak menunjukkan sesuatu yang permanen dalam politik Islam di Indonesia. Mereka para fundamentalis ini bisa jadi menjadi akomodatif dalam hal-hal tertentu. Namun sebagai sebuah tipologi gerakan bisa menunjukkan sesuatu yang permanen, tetapi subjek yang berada di dalamnya bisa saja berubah-ubah..

Istilah-istilah fundamental, reformis dan akomodatif bisa jadi hanya sebagai sebuah metode gerakan dan strategi politik. Bisa jadi juga sebagai lobying atau jalan berfikir bahkan alat negosiasi dalam dunia politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar