Dari kelima teori di atas, sebenarnya secara tegas bisa dinyatakan sebagai berikut :
1.Dekonfessionalisasi menjelaskan Islam kalah, tapi ada negosiasi akibat kekalahannya
2.Domistikasi menjelaskan fenomena Islam kalah dengan kekuatan lokal
3.Skismatik menjelaskan Islam berlawanan dengan kekuatan lokal
4.Trikotomi menjelaskan kehidupan sosial masyarakat Islam cukup kompleks dan
1.Dekonfessionalisasi menjelaskan Islam kalah, tapi ada negosiasi akibat kekalahannya
2.Domistikasi menjelaskan fenomena Islam kalah dengan kekuatan lokal
3.Skismatik menjelaskan Islam berlawanan dengan kekuatan lokal
4.Trikotomi menjelaskan kehidupan sosial masyarakat Islam cukup kompleks dan
pluralistic
5.Diversifikasi menjelaskan Islam sebagai kekuatan budaya yang berhasil dalam
5.Diversifikasi menjelaskan Islam sebagai kekuatan budaya yang berhasil dalam
menaklukkan kekuatan politik apapun.
Secara ilmiyah sebenarnya kesemua pendekatan, perspektif atau teori sosial politik dan budaya di atas, dalam melihat Islam di Indonesia sangat dimungkinkan kebenarannya. Artinya dari masing-masing perspektif teori telah memiliki argumentasi faktanya sendiri-sendiri, bahkan cara-cara melakukan pembacaan (the explanation) terhadap apa yang ditemukannya di lapangan. Bahkan sudah semestinya untuk melihat Islam di Indonesia secara objektif, kelima teori di atas perlu digabungkan secara sistemik dalam penggunaannya. Karena masing-masing fakta sosial mungkin akan cocok jika didekati oleh teori tertentu, dan fakta sosial lainnya cocok dengan teori yang lain berikutnya.
Secara kategoris, semua temuan teori/pendekatan sosial, budaya, agama dan politik tentang Islam di Indonesia di atas, ada yang bersifat permanen seperti halnya mengenai bentuk-bentuk “pengkategorisasian” atau “tipologisasi” yang mereka buat, dan ada pula yang tidak bersifat permanen dan tidak berl;aku untuk setiap periode. Pada umumnya fakta-fakta sosial yang lebih bersifat tentatif dan tidak permanen adalah menyangkut biasanya tokoh, kelompok, visi, dan strategi setiap kelompok yang mereka kaji atau fenomena lainnya yang lebih ekspresif dalam lingkup lokalitasnya. Mengapa, karena fakta-fakta sosial seperti itu sangat dinamik tergantung situasi dan kondisi yang meliputinya, untuk situasi dan kondisi tertentu mungkin tidak akan ditemukan di tempat atau peiode lain.
Sebenarnya dari kelima teori di atas sebagian ada yang masih dianggap cukup relevan dengan situasi sekarang, bahkan untuk menggambarkan keadaan perpolitikan Islam di Indonesia saat ini. Misalnya pengelompokkan ekspresi keagamaan dalam berpolitik seperti halnya ada kelompok fundamentalis, reformis dan akomodisionis, seperti yang telah dijelaskan oleh Allan Samson. Kelompok fundamentalis terkadang mengembang menjadi kelompok radikalis, akibat saluran-saluran poliitiknya tersumbat. Gerakan kelompok Mujahidin, Front Pembela Islam (FPI), Hizbu Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Umat Islam (FPUI), secara elaboratif sebenarnra nampak masih mencerminkan pada pola-pola ekspresi kelompok fundamentalis, yang dalam strateginya nampaknya tidak ada celah untuk meneriwa tawaran apapun, kecuali keinginan politiknya harus diterima. Oleh orang lain Kelompok ini pernah muncul pada awal-awal tahun 1950-an yang tercermin seperti dalam bentuk Darul Islam (DI), maupun Masyumi dalam partai politiknya.
Illustrasi Empirik Situasi Sosial, Agama dan Politik Islam di Indonesia Saat ini
Mengamati situasi sekarang terutama pasca jatuhnya Orde Baru, telah melahirkan euphoria politik yang berlebihan dari umat Islam. Sejumlah partai atas atas nama Islam lahir dengan tidak mengedepankan perhitungan visi dan misi yang rasional. Gerakan mereka muncul hanya dengan modal kepercayaan yang berlebihan bahkan terkesan sangat emosional. Mereka seringkali menggunakan simpul-simpul agama, dan itupun sangat parsial seperti halnya partai Abul Yatama, Partai Nahdlatul Ummat (PNU) dan sebagainya. Apalagi dalam praktek-praktek penarikan simpati massa, merupakan fenomena yang unik yang belum ada penjelasannya secara konstruktif. Mungkin ini bila diamati secara serius, akan melahirkan teori atau pendekatan baru dalam studi Islam di Indonesia.
Mengamati situasi sekarang terutama pasca jatuhnya Orde Baru, telah melahirkan euphoria politik yang berlebihan dari umat Islam. Sejumlah partai atas atas nama Islam lahir dengan tidak mengedepankan perhitungan visi dan misi yang rasional. Gerakan mereka muncul hanya dengan modal kepercayaan yang berlebihan bahkan terkesan sangat emosional. Mereka seringkali menggunakan simpul-simpul agama, dan itupun sangat parsial seperti halnya partai Abul Yatama, Partai Nahdlatul Ummat (PNU) dan sebagainya. Apalagi dalam praktek-praktek penarikan simpati massa, merupakan fenomena yang unik yang belum ada penjelasannya secara konstruktif. Mungkin ini bila diamati secara serius, akan melahirkan teori atau pendekatan baru dalam studi Islam di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar