Total Tayangan Halaman

Selasa, 20 Desember 2011

Pemikiran Timur sebagai Filsafat

Keberatan-Keberatan

Banyak ahli tidak melihat pemikiran Timur sebagai filsafat melainkan sebagai agama, karena dianggap tidak rasional, tidak sistematis dan tidak kritis.[2] Kriteria radikal (berpikir secara mendalam), sistematis, dan kritis berasal dari filsafat Barat.[2] Selain itu, pemikiran Timur seringkali diterima begitu saja oleh para penganutnya tanpa suatu kajian kritis; mereka hanya menafsirkan, berupaya memahami, dan kemudian mengamalkannya.[2] Akan tetapi, sebenarnya hal itu tidak bisa menjadi kriteria untuk menentukan pemikiran Timur digolongkan sebagai filsafat atau tidak, sebab seringkali kategorisasi 'filsafat' dan bukan 'filsafat' ditentukan oleh 'Barat' yang memaksakan kriteria-kriterianya terhadap 'Timur'.[2] Pemikiran-pemikiran Timur banyak yang memiliki kedalaman, bersifat analitis, dan kritis, bahkan melebihi pemikiran Barat, misalnya seperti Konfusius, Lao Tzu, dan Siddharta Gautama.[2]

 

 

Pemikiran Timur memenuhi Definisi Filsafat

Definisi menurut asal kata filsafat adalah cinta kepada kebenaran.[2] Dilihat dari definisi filsafat, sebenarnya pemikiran Timur dapat dikategorikan sebagai filsafat, sejauh filsafat Timur merupakan usaha manusia untuk memperoleh kebenaran, yang didasarkan pada rasa cinta akan kebenaran itu sendiri.[2] Pengetahuan akan kebenaran selalu berkaitan dengan kebijaksanaan dan mengandung dua unsur, yakni pengetahuan akan kebaikan tertinggu dan tindakan untuk mencapai kebaikan tertinggi.[2] Pengetahuan dan tindakan haruslah hadir di dalam diri seorang yang bijaksana.[2] Kedua hal ini ada di dalam pemikiran sejumlah pemikir Timur seperti Lao Tzu, Konfusius, Siddharta Gautama, para filsuf Hindu, dan para filsuf Islam, sehingga pemikiran mereka dapat disebut filsafat Timur.[2]


Pemikiran Timur memenuhi Kriteria Filsafat

Selain melalui definisi, filsafat Timur juga dapat memenuhi kriteria-kriteria sebuah filsafat seperti yang lazim menjadi kriteria filsafat Barat, yakni kritis, sistematis, dan radikal[2] Tentu saja ada perbedaan cara dengan yang dipahami oleh filsafat Barat.[2] Aspek kritis dapat dipenuhi bila pemikiran-pemikiran yang telah ada diolah secara kritis dan terbuka terhadap modifikasi.[2] Pengolahan dilakukan melalui dialog, diskusi, adu argumentasi, dan kesiapan untuk membuka diri terhadap pemikiran baru.[2] Aspek sistematis sebenarnya telah ada di dalam pemikiran-pemikiran Timur, dan dapat berbeda-beda antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya.[2] Misalnya filsafat Cina didasarkan pada konstruksi kronologis, mulai dari penciptaan alam hingga meninggalnya manusia.[2] Di sini, yang penting terdapat alur yang runut dalam setiap sistem pemikiran, ada masalah yang jelas, ada proses pengolahan informasi sebagai upaya penyelesaian masalah, dan ada solusi bagi masalah tersebut.[2] Mengenai sifat radikal dalam arti mendalami obyeknya, hal itu juga telah lama berakar pada pemikiran Timur.[2] Siddharta Gautama, misalnya, mencoba menggali hakikat hidup sampai sedalam-dalamnya, melakukan pembaruan terhadap sistem India yang sudah ada, dan membentuk sistem baru yang dikenal sebagai Buddhisme.[2]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar