Total Tayangan Halaman

Minggu, 08 Januari 2012

LEMBAGA PENDIDIKAN PADA MASA ABASSIYAH


LEMBAGA PENDIDIKAN PADA MASA ABASSIYAH



BAB I
PENDAHULUAN

Kejayaan Islam di dunia Timur mengalami masa keemasannya pada pemerintahan daulah Abbasiyah. Masa keemasan Islam yang juga dinilai sebagai fase perkembangan terpenting bagi pendidikan Islam ini terjadi pada kurun waktu abad ketiga sampai kelima  hijriah. Periode ini menjadi sangat terkenal dengan munculnya gerakan intelektual dalam sejarah Islam, sehingga dikenal sebagai kebangkitan dalam sejarah pemikiran dan budaya.

Perkembangan keilmuan dapat dilihat dari keberhasilan tokoh-tokoh Islam dalam menjalani keilmuan serta banyaknya karya-karya besar dari tokoh-tokoh tersebut. Bidang keilmuan yang berkembang sangat pesat antara lain bidang fiqih, tafsir, ilmu hadis, teologi, filsafat, bahkan bidang-bidang keilmuan umum seperti halnya astronomi, optika, sastra, matematika bahkan ilmu kedokteran. Selain dalam segi pendidikan, kekuasaan Abbasiyah atas umat Islam juga mengantarkan pada zaman pemerintahan yang kuat terpusat, kesejahteraan ekonomi yang tinggi dan peradaban yang luar biasa.

Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur sebaliknya dunia Barat masih dalam keadaan gelap, bodoh dan primitif.Ketika itu dunia Islam sudah sibuk mengadakan penyelidikan di laboratorium danobservatorium, sedangkan dunia Barat masih asyik dengan jampi-jampi dan dewa-dewa.


Perkembangan intelektual Islam ini disebabkan agama yang dibawa NabiMuhammad telah mendorong untuk menumbuhkan budaya baru yaitu kebudayaan Islam.Dorongan itu mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu pengetahuan dalam lapanganagama (ilmu aqli), bermunculanlah ilmu-ilmu agama dalam berbagai bidang. Kemudianketika umat Islam keluar dari Jazirah Arab, mereka menemukan perbendaharaan Yunani.Dorongan dari agama ditambah pengaruh dari perbendaharaan Yunani menimbulkandorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan bidang akal (ilmu aqli).

Perkembangan ilmu pengetahuan baik berupa ilmu agama maupun ilmu umum yangada pada masa keemasan Islam ini tidak terlepas dari lahir dan berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada pada masa itu. Mulai dari lembaga pendidikan yangsifatnya sederhana dan dapat dikatakan sebagai pendidikan tingkat rendah hingga lembaga pendidikan yang telah modern. Dalam makalah ini akan dibahas pembentukan dan pengembangan lembaga pendidikan yang ada pada masa Bani Abbasiyah, serta faktor-faktor yang melatarbelakangi perkembangan pendidikan pada masa tersebut.

 
BAB II
PEMBAHASAN

Dinasti Abbasiyah, seperti halnya dinasti lain dalam sejarah Islam, mencapai masakejayaan politik dan intelektual mereka segera setelah didirikan. Kekhalifahan Baghdadyang didirikan oleh Al-Saffah (w.754 M) dan Al-Manshur (w.775 M) mencapai masakeemasannya antara masa khalifah ketiga yaitu Al-Mahdi (w.785 M), khalifah kesembilanyaitu Al-Washiq dan lebih khusus lagi pada masa Harun Al-Rashid (w.809 M) dan putranya Al-Ma’mun (w.833 M).

Menurut Munir Mursi masa keemasan dunia Timur Islam berlangsung S
semenjak awal masa Daulah Abbasiyah hingga saat keruntuhannya. Karakteristik dasar masakeemasan Islam ini adalah masuknya keilmuan intelektual, terbangunnya madrasah-madrasah, dan munculnya pemikiran pendidikan yang istimewa.

Lembaga pendidikanIslam yang terbentuk pada masa Bani Abbasiyah, dapat diketegorikan menjadi lembaga pendidikan sebelum adanya madrasah dan pendidikan berbentuk madrasah. Lembaga pendidikan tersebut lebih lanjut diuraikan sebagaimana berikut ini.



2.1    LEMBAGA PENDIDIKAN SEBELUM  MADRASAH

Perkembangan kebudayaan dan pemikiran pendidikan Islam berada pada puncaknyaterjadi pada masa Bani Abbasiyah. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berasal darikreatifitas Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awalkebangkitan Islam mulai dari masa khalifah Ar-rashidun. Sedangkan penelaahan ilmu pengetahuan telah dimulai sejak zaman Bani Umayyah.
 
Di dalam bidang pendidikan, misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan Islamsudah mulai berkembang. Pada masa itu terdapat dua tingkatan pendidikan yaitu maktab atau kuttab yang merupakan lembaga pendidikan terendah. Sedangkan pada tingkat pedalaman terdapat pendidikan lanjutan dengan mengunjungi para ahli dalam bidangnyamasing-masing.

Lembaga pendidikan berupa kuttab sebenarnya sudah ada di negeri Arab sebelumdatangnya agama Islam, akan tetapi belum dikenal secara luas. Baru kemudian mengalami perkembangan pada masa Bani Abbasiyah, seiring dengan semangat perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu.Secara garis besar, lembaga pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah dapatdikategorikan menjadi lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non formal.Beberapa lembaga pendidikan Islam non formal pada masa Bani Abbasiyah diuraikan lebihlanjut sebagai berikut ini.


1.       Kuttab
maktab berasal dari bahasa Arab yaitu kataba yang berarti menulisatau tempat menulis, jadi kuttab adalah tempat belajar menulis. Pada awalnya kuttab berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran menulis dan membaca bagianak-anak  namun ketika Islam mulai berkembang pelajaran ditekankan pada penghafalan Al-Qur’an.

Kuttab dalam bentuk awalnya hanya berupa ruangan di rumah seorang guru. Sejalan dengan meluasnya wilayah kekuasaan kaum muslimin, bertambah pulalah jumlah penduduk yang memeluk Islam. Ketika itu kuttab-kuttab yang hanyamengambil tempat di ruangan rumah guru mulai dirasakan tidak memadai untuk menampung anak-anak yang jumlahnya makin besar. Kondisi yang demikian inimendorong para guru dan orang tua mencari tempat lain yang lebih lapang, yaitu sudut-sudut masjid (bilik-bilik yang berhubungan dengan masjid).

Selain dari kuttab-kuttab yang diadakan di dalam masjid, terdapat pula kuttab-kuttab Umum dalam bentuk madrasah yang mempunyai gedung sendiri dan dapat menampung ribuan murid. Pada akhir abad pertama hijriah mulai timbul jenis kuttab yang disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca Al-Qur’an dan pokok-pokok ajaran agama, juga pengetahuan dasar lainnya. Dengan demikian kuttab tersebut berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.


2.      Qusur atau Pendidikan Rendah
Di IstanaTimbulnya pendidikan rendah di Istana untuk anak-anak para pejabat adalahberdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya kelak setelah dewasa. Atas dasar  pemikiran tersebut khalifah dan keluarganya serta para pembesar lainnyamenyiapkan agar anak-anaknya sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungandan tugas-tugas yang akan diembannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggilguru-guru khusus untuk memberikan pendidikan pada anak-anak mereka.

Corak pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua siswa (pembesar istana)yang membuat rencana pelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan yang ingindicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama dengan rencana pelajaran pada kuttab-kuttab yang lain hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang tua mereka.


Guru yang mengajar di istana disebut sebagai Muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuanorang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat.



3.  Halaqoh
artinya lingkaran. Halaqoh merupakan institusi pendidikan Islamsetingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan atau college. Institusi ini secara umumdikenal dengan sistem
halaqoh. Sistem ini merupakan gambaran tipikal dari murid-murid yang berkumpul untuk belajar pada masa itu. Guru biasanya duduk diatas lantai sambil menerangkan, membaca karangannya, atau komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran. Murid-muridnya akan mendengarkan penjelasanguru dengan duduk diatas lantai yang melingkari gurunya.


Fenomena halaqoh ini sebagaimana yang dicatat oleh Al-Maqdisi ketika mengunjungi kota Susa. Ahli Geografi ini menemukan berbagai halaqoh ataulingkaran-lingkaran pendidikan di Palestina, Suriah, Mesir dan Faris. Ia jugamenemukan sekelompok pelajar yang berkumpul mengitari seorang guru ( faqih ), juga lingkaran pada pembaca Al-Quran dan karya sastra di masjid-masjid. ImamSyafii sendiri memiliki halaqoh semacam itu di Masjid Amr di kota Fustat.


4. Masjid dan jami’

Ketika rasulullah hijrah ke Madinah dengan semakin banyaknya pengikut Islam dan semakin kompleksnya masalah-masalah yang perlu dikaji, fungsi awalrumah sebagai wahana pendidikan dialihkan ke masjid-masjid seperti masjid Nabawi dan Quba, dijadikan pusat bagi segala aktifitas pendidikan,kemasyarakatan, kenegaraan dan keagamaan. Hal ini karena masjid dianggap sebagai institusi pendidikan yang merupakan instrumen yang pertama dan efektif untuk membantu transisi masyarakat Arab, dari masyarakat primitif menjadimasyarakat yang lebih maju.

Pada masa Bani Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan Isla,masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya dilengkapidengan berbagai macam sarana dan fasilitas umum pendidikan. Hal ini menjadikan fungsi masjid tidak hanya sebagai sarana beribadah saja akan tetapi juga sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan.




5.      Rumah Kediaman Para Ulama
Pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini pada umumnya disebabkan ulama dan ahli hadis yang bersangkutan tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.

Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan lain sebagainya. Ahmad Syalabi mengemukakan bahwa dipergunakannya rumah-rumah ulama dan para ahli tersebut adalah kerena terpaksadalam keadaan darurat, misalnya rumah Al-Ghazali setelah tidak mengajar dimadrasah Nidhamiyah dan menjalankan kehidupan sufi. Para pelajar terpaksadatang ke rumahnya karena kehausan akan ilmu pengetahuan dan terutama karena pendapatnya yang sangat menarik.



6. Toko-toko Kitab

Pada permulaannya masa Daulah Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dankebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab.Pada mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Mereka membeli dari para penulisnya kemudian menjualnya kepada siapayang berminat untuk mempelajarinya.

Saudagar-saudagar tersebut bukanlah orang-orang yang semata-matamencari keuntungan dan laba akan tetapi kebanyakan mereka adalah sastrawan-sastrawan yang cerdas yang telah memilih usaha sebagai pedagang kitab tersebutagar mendapat kesempatan yang baik untuk membaca dan menelaah, serta bergauldengan para ulama dan pujangga-pujangga. Mereka juga menyalin kitab-kitab yang penting dan menyodorkannya kepada mereka yang memerlukan dengan mendapat imbalan. Dengan demikian toko-toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya bukan hanya sebagai tempat berjual beli kitab-kitab saja, tetapi juga merupakantempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu pengetahuan lainnyauntuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah.

Al-Yaqubi meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 891 H), ibukota negaradiramaikan oleh lebih dari seratus toko buku yang berderet pada satu ruas jalan yang sama. Sebagian dari toko-toko tersebut, sebagaimana toko-toko yangkemudian muncul di Damaskus dan Kairo, tidak lebih besar dari ruangan sampingmasjid, tetapi ada juga toko-toko yang berukuran sangat besar, cukup besar untuk  penjualan sekaligus pusat aktifitas para ahli dan penyalin naskah.


7.      Salu’n al- Ada’biyah atau Majlis Kesusastraan
Philiph K. Hitti menyebut majlis ini sebagai majlis al-ada’b, yang diartikan secara harfiah sebagai lingkar sastra. Majlis ini bermula sejak zamanKhulafa Ar-Rashidun, dan pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rashidmajlis sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa.
 
Di bawah kekuasaan para khalifah pertama Bani Abbasiyah, seringdiselenggarakan berbagai kontes puisi, debat keagamaan dan konferensi pendidikan.

8.Perpustakaan
Latar belakang pendirian perpustakaan ini diantaranya karena keterbatasanmasyarakat yang tidak mampu menjangkau atau untuk memiliki kitab-kitab yang harganya mahal.Perpustakaan ini sebagian didirikan oleh pemerintah dansebagian yang lain didirikan oleh bangsawan atau orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian yang terbuka untuk umum.

Perpustakaan yang sangat besar dan merupakan perpustakaan yang lengkap didirikan oleh Al-Ma’mun di kota Baghdad yang diberi nama “ Baitul Hikmah”, perpustakaan ini juga berfungsi sebagai pusat penerjemahan, pusat kajian akademis dan memiliki sebuah observatorium.Perpustakaan ini juga merupakan tempat mengumpulkan karya-karya yangdihasilkan baik di bidang keagamaan maupun yang bukan agama  (pengetahuan umum).

Perpustakaan lainnya dibangun di Syiraz oleh penguasa Buwaihi yaitu Adudad-Daulah yang semua bukunya disusun di atas lemari, didaftar dalam katalog,diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara giliran. Sedangkan dikota Ravy terdapat sebuah tempat bernama “Rumah Buku”.


9.Rumah sakit
Pada masa tersebut, rumah sakit tidak hanya digunakan sebagai tempat merawat dan mengobati orang sakit saja. Akan tetapi rumah sakit juga berperan dalam pendidikan yang berhubungan dengan perawatan dan juga kedokteran. Dirumah sakit ini diadakan berbagai penelitian dan percobaan di bidang kedokteran dan farmasi. Rumah sakit ini juga menjadi tempat praktikum dari sekolah kedokteran yang didirikan di luar rumah sakit. Dan tidak jarang pula sekolah-sekolah kedokteran tersebut didirikan tidak terpisah dari rumah sakit. Jadi rumah sakit selain sebagai lembaga sosial juga berperan sebagai lembaga pendidikan.

2.2                      METODE DAN MATERI PENDIDIKAN LEMBAGA PENDIDIKANABBASIYAH

2.2.1        Metode Pendidikan dan Pengajaran
Dalam pelaksanaan pengajaran pada masa Bani Abbasiyah, dikembangkan tigametode yang dipergunakan dalam proses pengajaran

     ketiga metode tersebut adalahsebagai berikut ini:

1.  Metode lisan,
yaitu berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode diktemerupakan metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karenadengan metode ini murid memiliki catatan yang dapat membantu apabila suatu saatlupa terhadap apa yang telah diajarkan. Metode ini dianggap penting karena padamasa klasik buku-buku cetak masih sulit dimiliki. Metode ceramah disebut juga al- sama’ sebab dengan metode ceramah guru menjelaskan isi buku dengan hafalansedangkan murid mendengarkannya. Metode qira’ah dipergunakan untuk yang belajar membaca.

2.  Metode menghafal
metode ini dilaksanakan dengan membaca secara berulang-ulang hingga apa yang diajarkan melekat pada benar murid.

3.  Metode tulisan
hal ini dianggap sebagai metode yang penting karena dengan metode penulisan inilah karya-karya intelektual para ulama dapat sampai pada generasi sesudahnya dan merupakan pendukung dalam perkembangan ilmu pengetahuan.



2.2.2  Materi PendidikanMateri pendidikan yang diajarkan pada murid bermacam-macam. Dari bermacam-macam materi tersebut terdapat materi yang bersifat wajib dan ada yang bersifat pilihan.
 
Beberapa materi pelajaran yang sifatnya wajib adalah:
1.      Al-Qur’an
2.      Shalat
3.      Do’a
4.      Ilmu Nahwu dan Bahasa Arab dasar
5.      Membaca dan menulis



Sedangkan materi pilihan diantaranya adalah:
1.      Berhitung
2.      Ilmu Nahwu dan Bahasa Arab secara mendalam
3.      Syair-syair
4.      Riwayat atau tarikh Arab


2.3                      MADRASAH DALAM PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

2.3.1 Awal Kemunculan Madrasah dan Latar Belakang Pendirian Madrasah
Nidhamiyah

Munculnya madrasah sebagai sebuah institusi pendidikan tinggi pasca lembaga pendidikan non formal pada masa-masa sebelumnya dikarenakan makin meluasnya daerahIslam serta berkembangnya ilmu pengetahuan yang mengakibatkan harusdipertimbangkanya lembaga-lembaga pendidikan tersebut sebagai lembaga pendidikan Islam yang tidak lagi dianggap mampu dan memadai untuk keberlangsungan pendidikan Islam, terutama kepada mereka yang hendak melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi.

Kata madrasah berasal dari Bahasa Arab yang berarti tempat belajar siswa,sedangkan secara terminologis adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agamaIslam secara formal dengan menggunakan sarana belajar dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Dari pengertian tersebut nampak bahwa institusi madrasah berbeda denganinstitusi-institusi pendidikan Islam sebelumnya terutama dalam aspek pengajaran.Institusi madrasah diduga merupakan prestasi abad ke lima hijriah.

Al-Maqribi mengatakan bahwa madrasah-madrasah yang muncul dalam Islam belum dikenal padamasa sahabat, maupun tabi’in melainkan sesuatu yang baru setelah 400 tahun sesudah hijriah. Hal ini diperkuat oleh sejarawan seperti George Makdisi dan Ahmad Shalabi yangmengungkapkan bahwa madrasah untuk pertama kali didirikan oleh Wazir Nidham Al-Mulk pada tahun 459 H. di tepi sungai Tigris Baghdad yang kemudian dikenal dengan madrasah Nidhamiyah.

Munculnya madrasah Nidhamiyah pada dasarnya merupakan reaksi terhadap berkembangnya paham Shi’ah pada waktu itu, yang dimulai sejak abad keempat. Paham ininampak telah berkembang begitu pesat di banyak daerah Islam yang dipromotori olehDinasti Fatimiyah di Mesir. Mengingat bahwa untuk melawan Shi’ah tidak cukup dengankekuatan senjata, maka pemerintah pada masa itu membentengi masyarakat dari pengeruhShi’ah melalui jalur pendidikan.

Madrasah Nidhamiyah dibangun sebagai pusat studi teologi madrasah), khususnya untuk mempelajari ajaran-ajaran Madzhab Shafi’i dan teologi Ash’ariyah. Disekolah ini Al-Quran dan puisi-puisi Arab kuno menjadi sumber utama pengembangan dan pengkajian ilmu-ilmu humaniora dan sastra.

Madrasah Nidhamiyah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan teologi yang diakui oleh Negara  yang juga dipandang sebagaisarana yang mendesak harus dibentuk sebagai wadah penanaman ideologi yang dapatmelawan ideologi Shi’ah. Karena itu pada dasarnya, pendirian Madrasah Nidhamiyah mempunyai beberapa tujuan khusus diantaranya:

1.    Menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi pemikiran hi’ah
2.      Menyiapkan guru-guru Sunni yang cukup untuk mengajarkan Madzhab Sunni danmenyebarkannya ke tempat-tempat lain
3.      Membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, pemimpin kantor, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.


Pendirian madrasah Nidhamiyah ini dapat juga dikatakan sebagai lembaga yang memiliki eksklusivitas kemadhaban. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Makdisi yang menjelaskan tentang ekslusivitas kemadhaban yang berlaku di madrasahNidhamiyah. Inilah yang ditengarai sebagai awal mula kemunculan dankonsolidasi aliran Sunni.

Proses kebangunan madrasah Nidhamiyah berimplikasi pada proses kebangunan kelembagaan  schools of law (madhab) dan colleges of law (madrasah). Tema school of law ini menunjukkan arti

(1)    kelompok  jurisconsult (faqih mufti) yang seafiliasi karena berasal dari satu
daerah
(2)  kelompok  jurisconsults yang mengikuti salah satu tokoh ternama
jurisconsults semisal madhab Shafi’I atauMaliki.


Dalam penyelenggaraan madrasah Nidhamiyah terdapat beberapa ketentuan yangdiberlakukan. Ketentuan yang diberlakukan adalah sebagai berikut ini:

1.      Hak guna pakai status wakaf madrasah Nidhamiyah diberikan pada pengikut madhab Shafi’i
2.      Staf-staf kunci di madrasah Nidhamiyah haruslah madhab Shafi’I harus memiliki tenaga pengajar ilmu Al-Qur’an
3.      Madrasah Nidhamiyah harus juga memiliki tenaga pengajar ilmu Bahasa Arab
4.      Setiap staf menerima bagian tertentu dari nilai tambah wakaf madrasah Nidhamiyah

Dari hal tersebut nampak bahwa pendirian Madrasah Nidhamiya didasari oleh beberapa motivasi, baik motivasi keagamaan, motivasi ekonomi dan motivasi politik. Darisudut keilmuan, keterlibatan pemerintah dalam madrasah Nidhamiyah sedikit banyak menggerakkan madrasah hanya pada ilmu yang mendukung atau madhab (Shafi’i).


2.3.2 Kurikulum dan Materi yang Diberikan Rencana pengajaran di Madrasah Nidhamiyah


Tidak dijelaskan dengan rinci,akan tetapi menurut Mahmud Yunus rencana pengajarannya hanya mengkonsentrasikanusahanya pada pengajaran Ulum al-Shari’ah dan Ulum al-Diniyah sesuai dengan tujuanyang telah ditetapkan, dimana berarti mengabaikan ilmu-ilmu terapan yang praktis sepertiilmu Kedokteran dan Falak.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa proses pengajarannyasebagai berikut ini:

1.      Para ahli sejarah tidak seorangpun yang mengatakan bahwa diantara mata pelajarannya ada ilmu seperki kedokteran, ilmu falak, dan ilmu-ilmu pasti, merekahanya menyebutkan mata pelajaran seperti nahwu, ilmu kalam dan fikih
2.      Guru-guru yang mengajar di madrasah Nidhamiyah adalah ulama-ulama Shariah sehingga madrasah tersebut merupakan madrasah shariah bukan madrasah filsafat
3.      Pendirian madrasah Nidhamiyah itu bukanlah untuk membela ilmu filsafat dan bukan pula orang-orang yang membantu pembebasan filsafat
4.      Zaman berdirinya madrasah Nidhamiyah bukanlah zaman filsafat, melainkanzaman menindas filsafat dan orang-orang filsuf.

Sebagaimana telah disampaikan pada bahasan sebelumnya, pendirian madrasah Nidhamiyah ini merupakan upaya penanaman ideologi Sunni dan paham Ashariyah. Madrasah ini tidak mengajarkan ilmu-ilmu yang bersifat duniawi tetapi lebih terfokus pada pelajaran ilmu agama terutama ilmu fiqih. Hal ini menurut penulis di satu sisi merupakan salah satu pendukung terjadinya penurunan kemajuan umat Islam di kemudian hariterutama dalam bidang-bidang ilmu-ilmu duniawi semisal ilmu kedokteran, filsafat, sains dan lain sebagainya. Sedangkan di sisi lain memberikan pengaruh kokohnya ilmu-ilmu agama seperti nahwu, balaghoh, dan ilmu fiqih. Pendirian madrasah Nidhamiyah, tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan.

Penanaman ideologi Sunni dan paham Ash’ariyah secara tidak langsung menguatkan paham yang dianut pemerintah dan membentengi dari guncangan paham lain yaitu Shi’ah dan juga Mu’tazilah yang sebelumnya pernah memiliki pengaruhyang kuat pada masyarakat Abbasiyah.



2.3.3 Tokoh-tokoh Penting dalam Pengajaran di Madrasah Nidhamiyah
Masyhurnya madrasah Nidhamiyah tidak terlepas dari peran guru yangmengajar, mendidik, dan membimbing para mahasiswa yang akhirnya dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang berkedudukan di pemerintahan sebagai karyawan dan pegawai negara. Guru-guru yang diangkat sebagai pengajar pada madrasah ini tentu saja tidak melencengdari tujuan didirikannya lembaga tersebut yaitu menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi pemikiran Shi’ah, menyediakan guru-guru Sunni yang cakap untuk mengajarkan madhab Sunni dan menyebarkannya ke tempat lain dan juga membentuk kelompok pekerka Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, pemimpin kantor, khususnya dalam bidang peradilan dan manajemen.

Salah satu guru di madrasah Nidhamiyah ini adalah Al-Ghazali (w.1111 M), beliau mengajar selama empat tahun (1091-1095). Dalam satu sesi perkuliahan tentang pendidikan dan pengajaran ia mengenalkan karya besarnya yaitu Ihya’ Ulumuddin. AlGhazali mengkritik pandangan beberapa ulama yang mengatakan bahwa penanaman atau penyampaian pengetahuan merupakan salah satu objek pengajaran. Al-Ghazalimenekankan stimulus kesadaran moral setiap anak didik dalam proses pembelajaran.
 Asas mengajar Al-Ghazali yang terkenal adalah dengan memperhatikan tingkat
daya berpikir anak, menerangkan pelajaran dengan jelas, mengajarkan dari konkrit keabstrak dan mengajarkan ilmu pengetahuan secara berangsur-angsur.


Selain Al-Ghazali, guru-guru lain yang turut berperan dalam proses pengajaran diMadrasah
Nidhamiyah antara lain yaitu:

1.  Abu Ishak al-Shirazi (w.1083 M)
2.  Abu Nasr al-Shabbagh (w.1084 M)
3.  Abu Qosim al-’Alawi (w.1089 M)
4.  Abu Abdullah al-Thabari (w.1101 M)
5.  Radliyud Din al-Qazwaini (w.1179 M)
6.      Al-Firuzabadi (w.1414 M).

Kehadiran madrasah Nidhamiyah memberikan pengaruh besar pada masyarakat baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial keagamaan. Dalam bidang ekonomi,madrasah ini telah menghasilkan lulusan yang siap menjadi pegawai pemerintah di bidanghukum dan administrasi. Di bidang sosial keagamaan, madrasah yang memfokuskan padaajaran fiqih, dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya.



2.3. FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN PEND. BANI ABBASIYAH

Perkembangan lembaga pendidikan yang terjadi pada masa Bani Abbasiyah,mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangatditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah sebagai berikut ini.
1.      Asimilasi dengan Budaya lain
Pada masa itu, terjadi asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa
lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi ini berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itumemberikan saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.Bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra.Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi,sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak  bidang ilmu, terutama filsafat.

Kultur Yunani memang memiliki pengaruh yang menonjol terhadap pertumbuhan peradaban Islam, dan yang paling menonjol dari sentuhan peradapandengan kultur Yunani adalah dalam bidang filsafat. Filsafat yang dimaksud adalahsebuah gerakan dengan keragaman posisi yang disatukan oleh kesamaan peristilahan dan melalui sebuah komitmen pada sebuah program investigasi yangrasional, meliputi logika, sains kealaman, dan metafisika.

Sentuhan dengan filsafatYunani ini tidak lepas dari pemikiran Plato dan Aristoteles sebagai tokoh-tokohfilsafat kenamaan pada zaman Yunani.Para tokoh yang terkenal sebagai penerima dan pengembang ajaran-ajaranfilsafat pada masa tersebut antara lain adalah Al-Kindi (w.870 M), Al Farabi (w.950M) dan Ibnu Rusyd (w.1198 M). Para filosof ini memiliki kepercayaan bahwa tidak terdapat kontradiksi antara agama dan filsafat
sehingga mereka pada satu sisimengembangkan pemikiran yang rasional, akan tetapi di sisi lain merupakan pemeluk agama yang taat.

2.      Kontak dengan pusat belajar kaum Kristiani
Pada masa itu pusat belajar paling penting adalah kolase Kristian Nestoriandi Gandeshapur. Kolase ini terutama terkenal karena pengajarannya dalam bidangkedokteran. Kolase ini menelurkan dokter-dokter Istana Harun Ar-Rasyid, akibat kontak ini para khalifah dan para pemimpin orang Muslim lainnya menyadari apayang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani.


3.      Sarana dan Prasarana yang mendukung
Kondisi pada masa Bani Abbas telah memungkinkan penelaahan ilmu pengetahuan secara massif mengingat Bahasa Arab telah mencapai taraf kesempurnaan. Huruf Arab, tanda baca, harokat, perbendaharaan katanya telahlengkap, tata bahasanya juga sudah mantab.

Pada masa tersebut kertas juga telah masuk Irak pada abad ke tiga hijriah,segera setelah itu industri kertas tumbuh menjamur, industri ini pertama kali munculdi Samarkand.

Muncul dan berkembangnya industri kertas ini secara tidak langsung memberikan dampak semakin meningkatnya penerbitan dan penulisan buku-buku dari para ilmuwan dan juga ahli agama. Hal ini tentu saja membawa pada peningkatan intelektual masyarakat.

4.      Dukungan dari penguasa
Nilai-nilai kebebasan berekspresi, keterbukaan, toleransi dan kesetaraansangat dijunjung tinggi oleh penguasa. Hal ini dapat dijumpai pada proses pengumpulan manuskrip-manuskrip dan penerjemahan buku-buku sains dariYunani untuk melengkapi institusi pendidikan Baitul Hikmah yang didirikan Al-Ma’mun. Al-Ma’mun terkenal sebagai seorang khalifah yang cinta ilmu pengetahuan yang pada masa pemerintahannya memberikan kebebasan berekspresi, keterbukaan dan kesetaraan baik pada para sarjana muslim maupun non muslim.

Perbedaan etnik kultural dan agama bukan halangan dalam melakukan penerjemahan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya penerjemah-penerjemah yangmemiliki perbedaan kultural dan agama yaitu Abu Sahl Fazl bin Nawbakht berkebangsaan Persia, ‘Alan al-Syu’ubi berkebangsaan Persia, Yuhanna bin Masuya berkebangsaan Syiria, Hunayn Ibnu Ishaq beragama Kristen Nestorian, Qutha binLuqa beragama Kristen Yacobite dan masih banyak yang lainnya.

Kehidupan politik pada masa tersebut sangat tergantung pada terlaksananyakeadilan dan terjaminnya keamanan. Selain itu jiwa para khalifah dan pembesar lainnya tetap menghormati ahli ilmu asal tidak mencampuri soal politik praktis. Halini membuka kemungkinan bagi mereka untuk melakukan penyelidikan ilmiahdengan aman dan tentram.



 
BAB III
PENUTUP

Islam pada masa Bani Abbasiyah benar-benar merupakan masa keemasan Islam. Kemajuan yang dicapai meliputi berbagai bidang baik dalam pendidikan, seni, maupunekonomi. Kemajuan dalam lembaga pendidikan didukung oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan Islam.

Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah dapat dibagi menjadi lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan non formal. Lembaga pendidikan formalnya adalah berupa madrasah yang dikelola secara professional dan telah dilengkapi dengan metode pembelajaran yang terencana.

Lembaga pendidikan formal pertama adalahMadrasah Nidhamiyah yang didirikan oleh wazir Nidham al-Mulk. Madrasah ini merupakan madrasah yang khusus mengajarkan teologi khususnya madhab Shafi’i danAsh’ariyah. Lembaga-lembaga pendidikan non formal pada masa Bani Abbasiyah antara lain adalah kuttab atau maktab, pendidikan rendah istana (qusur ), halaqoh, masjid dan jami’,kediaman para ulama, majlis kesusastraan, toko kitab, dan perpustakaan.

Lembaga nonformal ini diantaranya merupakan pengembangan pada masa sebelum Bani Abbasiyah, dan beberapa lainnya merupakan lembaga yang asli terbentuk pada masa Bani Abbasiyah. Pengembangan pendidikan yang sangat pesat pada masa itu tidak lepas darisentuhan peradaban yang lain diantaranya adalah Yunani dan India. Pada ilmuwan banyak mengkaji ilmu pengetahuan filsafat yang terpengaruh Yunani, sedangkan India mempengaruhi dalam pengkajian ilmu kedokteran.




DAFTAR PUSTAKA


Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif , (Yokyakarta: 2008)
Philiph K. Hitti, History Of Arab, terjemah. R. Cecep Lukman Yasin, dkk, (Jakarta: 2005)
John L. Esposito, Islam: The Straight Path, terj. Arif Maftuhin, (Jakarta: 1998)
Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik , (Jakarta: 2004)
Dr. Badri Yatim,  Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: 2000)
Prof. Dr. Suwito MA, et al, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: 2005)
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: 2004)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar