free download
Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif itu adalah.
1) Sensori motor (usia 0 - 2 tahun)
2) Pra operasional (usia 2 – 7 tahun)
3) Operasional kongkrit (usia 7 – 11 tahun)
4) Operasi formal (usia 11 tahun hingga dewasa)
Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk siswa SLTP dengan rentang usia 11 – 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal? Pada usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja? Dimana remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi kongkrit kepenerapan operasi formal dalam bernalar? Remaja mulai menyadar keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, di mana mereka mulai bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka sendiri.
Piaget menemukan bahwa penggunaan operasi formal bergantung pada keakraban dengan daerah subyek tertentu? Apabla siswa akrab dengan suatu obyek tertentu, lebih besar kemungkinannya menggunakan menggunakan operasi formal (Nur, 2001).
Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994:145), perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya? Berikut ini adalah implikasi penting dalam pembelajaran fisika dari teori Piaget.
2) Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran? Didalam kelas Piaget, penyajikan pengetahuan jadi (ready-made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. Menerapkan teori Piaget berarti dalam pembelajaran fisika banyak menggunakan penyelidikan.
3) Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan per- kembangan?Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.
Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal.
Tahap perkembangan
moral Kohlberg
Secara sederhana Seifert dan
Hoffnung mendefinisikan perkembangan sebagai “long term change in a persons
growth, feeling, patterns of thinking, social relationships, and motor skills”.
Sementara itu Chaplin mengartikan perkembangan sebagai perubahan yang
berkesinambungan dan progresif dalam organisme, mulai dari lahir sampai mati.
Menurut Reni Akbar Hawadi, perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan
proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas
kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru.
Menurut F.J. Monks, pengertian
perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak
dapat diulang kembali. Perkembangan menunjuk kepada sifat yang tetap dan tidak dapat
diputar kembali. Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal
dan tetap yang menuju kearah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih
tinggi, beradasarkan pertumbuhan, pematanagn dan belajar.
Santrock menjelaskan pengertian perkembangan sebagai berikut : ”development
is the pattern of change that begin at conception and continous throught the
life span. Most development involves growth, although it includes decay (as in
death and dying). The pattern of movement is complex because it is product of
several processes-biological, cognitive, and socio motional.”
Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari berbagai definisi
diatas adalah bahwa perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan
yang sermakain membesar, melainkan didalamnya juga terkandung serangkaian
perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari
fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ketahap
kematangan melaui proses pertumbuhan, pematangan dan belajar.
Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang
berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ketahap yang lebih tinggi.
Perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tapi pasti, melalui suatu
tahap ke tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa
pembuahan dan berakhir dengan kematia Ini
menunjukan bahwa sejak masa konsepsi sampai meninggal dunia, individu tidak
pernah statis, melainkan selalu mengalami perubahan-perubahan yang bersifat
progresif dan berkesinambungan. Selama masa kanak-kanak sampai menginjak remaja
misalnya, ia mengalami perkembangan dalam struktur fisik dan mental, jasmani
dan rohani sebagai ciri-ciri dalam memasuki jenjang kedewasaan. Demikian
seterusnya, perubahan-perubahan diri individu itu terus berlangsung tanpa
henti, meskiipun perkembangannya semakin hari semakin pelan, setelah ia
mencapai titik puncaknya. Ini berarti dalam konsep perkembangan juga tercakup
makna pembusukan (decay) seperti kematian.
Teori
Kognitif Piaget
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahawa kemampuan kognitif merupakan
sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan
kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif
membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia.
Teori perkembangan kognitif Piaget
adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana anak beradaptasi dengan dan
menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya. Bagaimana anak
mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan
makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana
cara anak mengelompokan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam
objek-objek dan perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek
dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif didalam menyusun
pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun
proses berfikir dalam konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh
pengalaman dengan dunia sekitarnya, namun anak juga berperan aktif dalam
menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui pengalaman, serta dalam
mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia
punyai.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget,
setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat
invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini
terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkunagn serta
adanya pengorganisasian struktur berfikir.
Untuk menunjukan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang
terorganisir Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua
komponen ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu diorganisir dan
diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons
berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari
tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan
suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.
Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan oleh Piaget
untuk menunjukan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam
proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini terdiri dari dua
proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi.
1.
Asimilasi dari sudut biologi adalah
integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang
sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif meliputi objek eksternal
menjadi struktur pengetahuan internal. Proses asimilasi ini didasarkan
atas kenyataan bahwa setiap saat manusia selalu mengasimilasikan
informasi-informasi yang sampai kepadanya, kemudian informasi-informasi
tersebut dikelompokan kedalam istilah-istilah yang sebelumnya telah mereka
ketahui.
2.
Akomodasi adalah menciptakan langkah
baru atau memperbarui atau menggabung-gabungakn istilah lama untuk menghadapin
tantangan baru. Akomodasi kognitif berarti mengubah struktur kognitif yang
telah dimiliki sebelumnya untuk disesuaikan dengan objek stimulus eksternal.
Jadi kalau pada asimilasi terjadi perubahan pada objeknya, maka pada akomodasi
perubahan terjadi pada subjeknya, sehingga ia dapat menyesuaiakan diri denagn
objek yang ada diluar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri
seseorang mengalami perubahan suapaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan
objeknya.
Piaget mengemukakan bahwa setiap
organisme yang ingin mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya
harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu
terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu
(akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan, maka
peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu,
bersama-sama dan komplementer.
Perkembangan Kognitif Pada Setiap
Masa Menurut Piaget
A.
Perkembangan Masa Bayi
Dalam pandangan Piaget tahap-tahap
perkembanagn pemikiran dibedakan atas empat tahap, yaitu tahap pemikiran
sensoris-motorik, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.
Pemikiran bayi termasuk kedalam
pemikiran sensoris motorik, tahap sensoris motorik berlangsung dari kelahiran
hingga kira-kira berumur 2 tahun. Selama tahap ini perkembangan mental ditandai
dengan perkembangan pesat dengan kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik.
Dalam hal ini bayi yang baru lahir bukan saja menerima secara pasif
rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat indranya, melainkan juga aktif
memberikan respons terhadap rangsangan tersebut, yakni melaui gerak-gerak
refleks. Pada akhir tahap ini ketika anak berusia sekitar 2 tahun, pola-pola
sensorik motoriknya semakin kompleks dan mulai mengadopsi suatu sistem simbol
yang primitif. Misalnya, anak usia dua tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan
dan memanipulasinya dengan tangannya sebelum mainan tersebut benar-benar ada.
Anak juga dapat menggunakan kata-kata sederhana, seperti “mama melompat” untuk
menunjukan telah terjadinya sebuah peristiwa sensoris motorik.
B.
Perkembanagn Masa Anak-Anak Awal
Perkemabnagn kognitif pada masa awal
anak-anak dinamakan tahap praoperasional (preoperational stage), yang
berlangsung dari usia 2 hingga 7 tahun. Pada tahap ini konsep yang stabil
dibentuk, penalaran mental muncul, egosentisme mulai kuat dan kemudian melemah,
serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis.
Pemikiran praoperasional tidak lain
adalah suatu masa tunggu yang singkat pada pemikiran operasional, sekalipaun
label praoperasional menekankan bahwa pada tahap ini belum berpikir secara
operasional. Dalam tahap pra operasional pemikiran masih kacau dan tidak
terorganisir secara baik. Pemikiran praoperasional adalah awal dari kemampuan
untuk merekonstruksi pada level pemikiran apa yang telah ditetapkan dalam
tingkah laku. Pemikiran praoperasional juga mencakaup transisi dari penggunaan
simbol-simbol primitif kepada yang lebih maju.
C.
Perkembangan Masa Pertengahan dan
Akhir Anak-Anak
Pemikiran anak-anak pada masa ini
disebut pemikiran operasional konkrit (concrete operational thought).
Menurut Piaget operasi adalah hubungan-hubungan logis diantara konsep-konsep
atau skema-skema. Sedangkan operasi konkrit adalah aktivitas mental yang
difokuskan pada objek-objek atau peristiwa-peristiwa nyata atau konkrit dapat
diukur.
Pada masa ini anak sudah
mengembangkan pikiran logis, ia mulai mampu memahami operasi sejumlah konsep.
Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari panca indra, karena ia mulai mempunyai kemampuan
untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya, dan
antara yang bersifat sementara dengan yang berasifat menetap.
Anak-anak pada masa konkrit
operasional ini telah mampu menyadari konservasi, yaitu kemampuan anak untuk
berhubungan dengan berhubungan dengan sejumlah aspek yang berbeda secara
serempak. Hal ini karena pada masa ini anak telah mengembangkan tiga macam
proses yang disebut dengan operasi-operasi yaitu negasi, resiprokasi, dan
identitas.
D.
Perkembangan Masa Remaja
Ditinjau dari perspektif teori
kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran
operasional formal (formal operational thought), yakni suatu tahap
perkembangan kognitif yang dimulai kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus
berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa. Pada tahap ini anak
sudah mulai berfikir abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak sudah mampu
memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak.
Diasamping itu pada tahap ini remaja juga sudah mampu berpikir secara
sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematik untuk
memecahkan masalah.
Perkembangan kognitif sebagian besar
ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan.
Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman
fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya
berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya
memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998).
Teori perkembangan Piaget mewakili
konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di
mana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui
pengalaman-pengalaman dan iteraksi-interaksi mereka?
Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif itu adalah.
1) Sensori motor (usia 0 - 2 tahun)
2) Pra operasional (usia 2 – 7 tahun)
3) Operasional kongkrit (usia 7 – 11 tahun)
4) Operasi formal (usia 11 tahun hingga dewasa)
Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk siswa SLTP dengan rentang usia 11 – 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal? Pada usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja? Dimana remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi kongkrit kepenerapan operasi formal dalam bernalar? Remaja mulai menyadar keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, di mana mereka mulai bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka sendiri.
Piaget menemukan bahwa penggunaan operasi formal bergantung pada keakraban dengan daerah subyek tertentu? Apabla siswa akrab dengan suatu obyek tertentu, lebih besar kemungkinannya menggunakan menggunakan operasi formal (Nur, 2001).
Menurut Piaget (dalam Slavin, 1994:145), perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya? Berikut ini adalah implikasi penting dalam pembelajaran fisika dari teori Piaget.
1) Memusatkan perhatian pada
berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya? Disamping
kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak
sehingga sampai pada jawaban tersebut. (Bandingkan dengan teori belajar
perilaku yang hanya memusatkan perhatian kepada hasilnya, kebenaran jawaban,
atau perilaku siswa yang dapat diamati). Pengamatan belajar yang sesuai
dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif siswa yang mutakhir, dan jika
guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman sesuai dangan yang dimaksud.
2) Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran? Didalam kelas Piaget, penyajikan pengetahuan jadi (ready-made) tidak mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu guru dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan yang memungkinkan anak melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. Menerapkan teori Piaget berarti dalam pembelajaran fisika banyak menggunakan penyelidikan.
3) Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan per- kembangan?Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.
Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal.
sumber :
Trimanjuniarso.wordpress.com
TEORI MORAL PEAGET
Perkembangan
moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh orang dalam berinteraksi dengan orang lain. Para
pakar perkembangan anak mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir,
berperilaku dan menyadari tentang aturan-aturan tersebut. Minat terhadap
bagaimana perkembangan moral yang dialami oleh anak membuat Piaget secara
intensif mengobservasi dan melakukan wawancara dengan anak-anak dari usia 4-12
tahun.
Ada dua macam
studi yang dilakukan oleh Piaget mengenai perkembangan moral anak dan remaja:
- Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng, sambil mempelajari bagaimana mereka bermain dan memikirkan aturan-aturan permainan.
- Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-aturan etis, misalnya mencuri, berbohong, hukuman dan keadilan.
Dari hasil
studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak
berpikir dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang moralitas, tergantung pada
kedewasaan perkembangan mereka. Antara lain:
Heteronomous Morality
- Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori Piaget yang terjadi kira-kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak boleh berubah, yang lepas dari kendali manusia.
- Pemikir Heteronomous menilai kebenaran atau kebaikan perilaku dengan mempertimbangkan akibat dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku.
- Misal: memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk daripada memecahkan 1 gelas dengan sengaja, ketika mencoba mencuri sepotong kue.
- Pemikir Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dan digugurkan oleh semua otoritas yang berkuasa.
- Ketika Piaget menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru (dalam permainan kelereng), anak-anak kecil menolak. Mereka bersikeras bahwa aturan harus selalu sama dan tidak boleh diubah.
- Meyakini keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan dilanggar, hukuman akan dikenakan segera.
- Yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan hukuman.
Autonomous
Morality
- Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10 tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-maksud pelaku dan juga akibat-akibatnya
- Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang terpenting.
- Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomos, dapat menerima perubahan dan mengakui bahwa aturan hanyalah masalah kenyamanan, perjanjian yang sudah disetujui secara sosial, tunduk pada perubahan menurut kesepakatan.
- Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya terjadi apabila seseorang yang relevan menyaksikan kesalahan sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.
Piaget berpendapat bahwa dalam
berkembang anak juga menjadi lebih pintar dalam berpikir tentang persoalan
sosial, terutama tentang kemungkinan-kemungkinan dan kerja sama. Pemahaman
sosial ini diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang
saling memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya, setiap anggota
memiliki kekuasaan dan status yang sama, merencanakan sesuatu dengan
merundingkannya, ketidaksetujuan diungkapkan dan pada akhirnya disepakati.
Relasi antara orang tua dan anak, orang tua memiliki kekuasaan, sementara anak
tidak, tampaknya kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan selalu
diteruskan dengan cara otoriter. Untuk memperjelas teori Piaget yang telah dipaparkan diatas,
dapat dilihat dalam tabel di bawah ini
Tahap perkembangan
moral Kohlberg
Oleh:Riwayat
A. Tahap perkembangan moral Kohlberg
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku
etis, mempunyai enam tahapan perkembangan
yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral
seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa
logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg
memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan
moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut
selama kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis
dari penelitiannya.
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari
tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya
seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar psikologi di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap
dilema moral. Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal
dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari
Kohlberg.
Kohlberg menggunakan ceritera-ceritera tentang
dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang
akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan
moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon
yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut
dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan
pasca-konvensional Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif;
setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap
dilema-dilema moral dibanding
Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg
dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan
pasca-konvensional. Mengikuti persyaratan yang dikemukakan Piaget untuk suatu Teori perkembangan kognitif, adalah sangat jarang terjadi kemunduran dalam tahapan-tahapan ini.
Walaupun demikian, tidak ada suatu fungsi yang berada dalam tahapan tertinggi
sepanjang waktu. Juga tidak dimungkinkan untuk melompati suatu tahapan; setiap
tahap memiliki perspektif yang baru dan diperlukan, dan lebih komprehensif,
beragam, dan terintegrasi dibanding tahap sebelumnya.
Tingkat 1
(Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi
( Apa
untungnya buat saya?)
Tingkat 2
(Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan
konformitas
( Sikap
anak baik)
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan
sosial
( Moralitas
hukum dan aturan)
Tingkat 3
(Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
6. Prinsip etika
universal
( Principled conscience)
Pra-Konvensional
Tingkat
pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun
orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat
pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal
dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Dalam tahap pertama, individu-individu
memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan
sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang
yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin
salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang
lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai
sejenis otoriterisme.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya,
perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran
tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai
tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri,
seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Dalam tahap
dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang
berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat
pra-konvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua
tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari
tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara
moral.
Konvensional
Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang
remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu
tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.
Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan
moral.
Dalam tahap tiga, seseorang
memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima
persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut
merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka
mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut,
karena telah mengetahui ada gunanya melakukan hal tersebut. Penalaran tahap
tiga menilai moralitas dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya
dalam bentuk hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa
hormat, rasa terimakasih, dan golden rule. Keinginan untuk mematuhi
aturan dan otoritas ada hanya untuk membantu peran sosial yang stereotip ini.
Maksud dari suatu tindakan memainkan peran yang lebih signifikan dalam
penalaran di tahap ini; ‘mereka bermaksud baik…
Dalam tahap empat, adalah penting untuk
mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial
karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari
sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan
masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan
apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin
orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi
hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka secara ia salah secara
moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena
memisahkan yang buruk dari yang baik.
Pasca-Konvensional
Tingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip,
terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral. Kenyataan bahwa
individu-individu adalah entitas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi
semakin jelas. Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif
masyarakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuat tingkatan
pasca-konvensional sering tertukar dengan perilaku pra-konvensional.
Dalam tahap lima, individu-individu
dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan
adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan
yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai
ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau
absolut - ‘memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak’? Sejalan
dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan
bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan
sosial harus diubah bila
perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.
Hal tersebut diperoleh melalui keputusan mayoritas,
dan kompromi. Dalam hal ini, pemerintahan yang demokratis tampak berlandaskan pada penalaran tahap lima.
B. Teori perkembangan kognitif
Teori Perkembangan Kognitif,
dikembangkan oleh Jean
Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan
banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk
secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam
representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya
dan diperolehnya schemata skema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang
memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi
secara mental. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami
dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin
canggih seiring pertambahan usia:
- Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
- Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
- Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
- Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Periode sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat
periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan
dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
- Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
- Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
- Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
- Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah
prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari
tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek
dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat
mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat
walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti
tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam
tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda
dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran
intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris,
yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal
tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana
perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk
memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.
Tahapan operasional konkrit
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat
tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri
berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama
tahapan ini adalah:
1. Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka
dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya
ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan).
3. Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari
suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan
lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding
cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau
benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4,
jumlah sebelumnya.
5. Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek
atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang
seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas
lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi
cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang
salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan
boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan
boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam
tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka
itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan
ke dalam laci oleh Ujang.
7. Tahapan operasional formal, Tahap operasional formal adalah periode
terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak
dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir
secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti
cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam
bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari
faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi
berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral,
perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar