Total Tayangan Halaman

Sabtu, 31 Maret 2012

TERAPI PSIKOLOGI

Sampai saat ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Atkinson, terdapat enam teknik psikoterapi yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog.
Pertama, teknik terapi psikoanalisis, bahwa di dalam tiap-tiap individu terdapat kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan yang menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Konflik yang tidak disadari itu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan kepribadian individu, sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan. Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini banyak dikembangkan dalam Psikoanalisis yang dipelopori oleh Sigmund Freud. Menurut Freud, paling tidak terdapat lima macam teknik penyembuhan penyakit mental, yaitu dengan mempelajari otobiografi, hipnotis93, catharsis94, asosiasi bebas95, dan analisis mimpi96. Teknik terapi Psikoanalisis Freud pada perkembangan selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.
Kedua, teknik terapi perilaku, yang menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu. Teknik ini antara lain desensitisasi sistematik97, flooding98, penguatan sistematis99, pemodelan100 dan pengulangan perilaku yang pantas, dan teknik regulasi diri101 perilaku.
Ketiga, teknik terapi kognitif perilaku, yaitu teknik memodifikasi perilaku dan mengubah keyakinan maladaptif. Ahli terapi membantu individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik. Atau, membantu pengendalian reaksi emosional yang terganggu, seperti kecemasan dan depresi dengan mengajarkan mereka cara yang lebih efektif untuk menginterpretasikan pengalaman mereka.
Keempat, teknik terapi humanistik, yaitu teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesungguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi ahli terapi yang minimal. Gangguan psikologis yang diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau oleh orang lain. Carl Rogers, yang mengembangkan psikoterapi yang berpusat pada klien (client-centered-therapy), percaya bahwa karakteristik ahli terapi yang penting untuk kemajuan dan eksplorasi-diri klien adalah empati, kehangatan, dan ketulusan.
Kelima, teknik terapi eklektik atau integrative, yaitu memilih dari berbagai teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu, ketimbang mengikuti dengan kaku satu teknik tunggal. Ahli terapi mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual, dan depresi. Keenam, teknik terapi kelompok dan keluarga. Terapi kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa. Sedang terapi marital dan terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau hubungan orang tua dan anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.
Berbagai teknik terapi di atas, tak satupun menyebutkan teknik terapi ukhrawi (psikoterapi yang berpijak pada ajaran agama). Freud bahkan dalam The Future of an Illusions menganggap bahwa orang yang memeluk suatu agama berarti ia telah menderita delusi, ilusi, dan perasaan menggoda pikiran (obsessional neurosis) yang berasal dari ketidakmampuan manusia (helplesness) dalam menghadapi kekuatan alam di luar dirinya dan juga kekuatan insting dari dalam dirinya sendiri. Agama merupakan kumpulan neurosis atau kekacauan mental yang disebabkan oleh kondisi serupa dengan kondisi yang menimbulkan neurosis pada anak-anak. Hal itu menunjukkan bahwa satu-satunya psikoterapi yang dikembangkan dalam psikoterapi psikoanalisis adalah psikoterapi duniawi, sebab teori-teorinya didasarkan atas paradigma antroposentris, yang tidak mengenal dunia spiritual atau agama.
Carl Gustav Jung - seorang putra mahkotanya sendiri tetapi kemudian membangkangnya - terpaksa mengadakan penelitian pada mitologi, agama, alkemi dan astrologi. Penelitiannya ini dapat membantu kejelasan archetipe-archetipe102 yang sulit diperoleh dari sumber-sumber kontemporer. Selanjutnya, Allport juga membantah teori Freud. Para psikolog kontemporer tidak berhasil menemukan patologi-patologi yang terjadi pada pemeluk agama yang salih. Pemeluk agama yang salih justru mampu mengintegrasikan jiwanya dan mereka tidak pernah mengalami hambatan-hambatan hidup secara serius. Dengan uraian di atas, teori Freud yang hanya mengutamakan psikoterapi duniawi tidak dapat dipertahankan lagi dan dipandang perlu untuk penambahan psikoterapi lain yang dikaitkan dengan kehidupan agama (religius), yakni psikoterapi ukhrawi yang berasaskan agama103.
Al-Ghazali lebih menyoal penyakit jiwa dari sudut perilaku (al-akhlak) positif dan negatif, sehingga bentukbentuk terapinya juga menggunakan terapi perilaku. Dalam hal ini ia menyatakan : Menegakkan (melakukan) akhlak (yang baik) merupakan kesehatan mental, sedang berpaling dari penegakan itu berarti suatu neurosis dan psikosis.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa bentuk-bentuk psikoterapi menurut Al-Ghazali adalah meninggalkan semua perilaku yang buruk dan rendah, yang mengotori jiwa manusia, serta melaksanakan perilaku yang baik untuk membersihkannya. Perilaku yang baik dapat menghapus, menghilangkan dan mengobati perilaku yang buruk. Upaya seperti itu dapat menjadikan jiwa manusia suci, bersih, dan fitri sebagaimana ia baru dilahirkan dari rahim ibunya.
Catatan:
93. Hipnotis banyak digunakan oleh psikiater Perancis, dengan cara menghilangkan ingatan-ingatan pasien yang mengandung simptomsimptom, kemudian psikiater memberikan ingatan baru berupa sugesti-sugesti yang kuat, yang dapat memulihkan kesehatan pasien. Freud kurang tertarik dengan teknik ini, sebab tingkat keampuhannya diragukan.
94. Chatarsis, yaitu pembebasan dan pelepasan ketegangan atau kecemasan dengan jalan mengalami kembali dan mencurahkan keluar kejadian-kejadian traumatis di masa-masa lalu, yang semula dilakukan dengan jalan menekan emosi-emosinya ke alam ketidaksadaran. Teknik ini digunakan dengan cara berbicara (talking cure). Cara kerjanya adalah pasien disuruh untuk menguraikan simptom secara rinci yang mengganggu jiwanya, setelah simptom itu muncul lalu psikiater segera menghilangkannya.
95. Asosiasi bebas, yaitu membiarkan pasien menceritakan keseluruhan pengalamannya, baik yang mengandung simptom maupun tidak. Cerita yang dikemukakan tidak harus runtut, teratur, logis ataupun penuh makna. Cerita itu betapapun memalukan tetapi tetap harus diceritakan. Setelah simptom diketahui, psikiater mudah memberikan terapinya.
96. Analisis mimpi. Mimpi adalah jalan kerajaan menuju alam bawah sadar. Ia merupakan keinginan tahu ketakutan bawah sadar dalam bentuk yang disangkal. Mimpi merupakan bentuk, isi, dan kegiatan paling primitif dari jiwa seseorang. Setelah pasien menceitakan mimpinya, psikiater mengetahui rahasia paling dalam di dalam jiwa pasien. Freud membedakan antara isi mimpi manifes (jelas, sadar) dan isi mimpi laten (tersembunyi, tidak disadari). Dengan mengungkap isi manifes dari suatu mimpi dan kemudian mengasosiasi-bebaskan isi mimpi, ahli analisis dan klien berupaya mengungkap makna bawah sadar.
97. Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons yang bertentangan dengan kecemasan , seperti relaksasi. Individu belajar untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
98. Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan memaparkan dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara nyata atau khayal, untuk periode waktu yang cukup panjang tanpa kesempatan meloloskan diri.
99. Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip operan, yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan. Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk respons yang diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons  yang tidak diharapkan.
100. Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien untuk mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan perilaku dengan permainan simulasi (role-playing).
101. Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri sendiri, pengendalian atas kondisi stimulus, dan mengembangkan respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.
102. Arkhetipus adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur-unsur emosi yang besar. Atau, isi kejiwaan sejak zaman purba dari ketidaksadaran rasial, terdiri atas ide-ide dan predisposisi-predisposisi (kecenderungan) yang diwarisi. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan normal berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari situasi.
103. Dewasa ini berkembang perhatian terhadap hubungan antara agama dengan kesehatan mental atau gangguan mental, khususnya yang terkait dengan proses penyembuhan.
Sebenarnya pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis, merupakan bentuk yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya, para Nabi atau para penyebar agama melakukan peranan-peranan therapeutic, terutama dalam menyembuhkan penyakit-penyakit rohaniah umatnya.
Seperti Nabi Muhammad SAW telah menyembuhkan penyakit mental atau gangguan psikologis orang-orang jahiliyah Quraisy dengan melalui agama islam, sehingga mereka menjadi manusia yang berakhlak mulia (bermental sehat). Indikator dari gangguan psikologis mereka itu nampak dalam penyimpangan perilaku seperti: (a) mengubur hidup-hidup (ngaruang kerepes) anak wanita, karena mereka inferior, rendah diri, merasa terhina, apabila memiliki anak wanita, (b) prostitusi atau perzinahan, (c) meminum minuman keras, (d) musyrik, menyembah kepada berhala bukan kepada Allah, (e) saling memusuhi, peperangan, atau tawuran antar suku, dan (f) melakukan perbudakan (pelecehan terhadap nilai-nilai atau harkat dan martabat manusia).
Semakin kompleks kehidupan, semakin dirasakan pentingnya penerapan mental hygiene yang bersumber dari agama dalam rangka megembangkan atau mengatasi kesehatan mental manusia (masyarakat).
Ada kecenderungan bahwa orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau haus akan nilai-nilai agama, sehingga tausiah, nasihat, atau kesempatan dialog dengan para kyai, ustadz, atau ajengan sangat diharapkanya. Mereka merindukan hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan keagamaan, atau mengatasi masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar