A.
Pengertian dan Dasar Hukum
Mediasi
dalam bahasa Inggris disebut mediation yang berarti penyelesaian
sengketa dengan menengahi. Mediasi dalam literatur hukum Islam bisa disamakan
dengan konsep Tahkim yang secara etimologis berarti menjadikan seseorang
atau pihak ketiga atau yang disebut hakam sebagai penengah suatu
sengketa. Bentuk tahkim itu sudah dikenal oleh orang arab pada masa
jahiliyyah. Hakamlah yang harus didengar pendapatnya. Apabila terjadi suatu
sengketa, maka para pihak pergi kepada hakam. Kebanyakan sengketa yang terjadi
di kalangan arab adalah tentang: siapa yang paling pandai memuji golongannya
dan menjelekkan golongan lain.
Pada
ayat Alqur’an Allah menganjurkan kepada manusia agar dapat menyelesaikan
sengketa melalui musyawarah. Hal ini sejalan dengan sifat tahkim yang sifat
penyelesaian sengketanya bersifat konsensus (kesepakatan) dengan cara
negosiasi. Agar dapat diselesaikan tanpa melalui proses litigasi.
Dalam
hadits Nabi SAW di atas beliau secara tegas mengajukan semua sengketa yang
menyangkut permasalahan antar manusia (haq al adam) untuk diselesaikan
sendiri secara damai, peradilan diformulasikan sebagai diri Rasulullah dalam
jabatan hakim dan beliau melarang persengketaan sahabat sampai ke tangannya,
karena apabila hal itu terjadi, maka beliau akan memutuskannya sesuai dengan
hukum yang berlaku. Hal ini juga sejalan dengan sifat mediasi yang tidak
memutus (adjudikatif)
Juga
terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i bahwa Abu Syuraih menerangkan
kepada Rosulullah SAW bahwa kaumnya telah berselisih dalam suatu perkara, lalu
mereka datang kepadanya dan diapun memutuskan perkara mereka. Putusan itu
diterima oleh kedua pihak, mendengar itu Nabipun berkata “alangkah baiknya”
Dalam
konteks ini tahkim sama dengan arbitrase. Secara umum arbitrase, mediasi
atau cara-cara lain penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan di-equivalensi-kan
dengan pemeriksaan sengketa oleh orang-orang yang ahli mengenai objek yang
disengketakan dengan waktu penyelesaian yang relatif cepat, biaya ringan dan
pihak-pihak dapat menyelesaikan sengketa tanpa publikasi yang dapat merugikan
reputasi dan lain sebagainya. arbitrase, mediasi atau cara-cara lain
penyelesaian sengketa di luar proses pengadilan mempunyai maksud untuk
menyelesaikan sengketa bukan sekedar memutuskan perkara atau perselisihan.
B.
Ciri Mediasi
Dari
pengertian tahkim di atas bisa ditarik sebuah gambaran bahwa unsur atau ciri
khusus tahkim sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa diluar
pengadilan (non litigasi) adalah sebagai berikut.
a.
Tahkim sebagai sarana penyelesaian sengketa informal dipimpin oleh seorang
mediator yang netral. Oleh sebab itu para pihaklah yang menentukan atau
menunjuk orang yang menjadi mediator sesuai kesepakatan. Hakam yang ditunjuk
tidak terbatas pada satu orang tetapi dapat lebih dari satu orang.
b.
Hakam bertugas membantu para pihak untuk membuat persetujuan-persetujuan. Dalam
upaya tertib dan lancarnya proses mediasi, maka hakam seharusnya terlebih
dahulu menentukan waktu dan menyiapkan tempat dalam rangka mengadakan
pertemuan-pertemuan, menyusun proposal persetujuan setelah memperoleh data dan
informasi tentang keinginan-keingina para pihak yang bersengketa dalam rangka
menemukan solusi yang memuaskan dan menguntungkan masing-masing pihak (win-win
solution). Kelancaran dan ketertiban proses tahkim sangat menentukan
berhasilnya proses tahkim dengan baik.
Hakam
tidak mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan. Dengan demikian pada
dasarnya mediasi merupakan pengembangan dari negosiasi (negosiasi juga salah
satu bentuk sarana penyelesaian sengketa alternatif) yang dengan bantuan pihak
ketiga yang netral sebagai mediator. Mediator tidak bertindak sebagai hakim
karena mediator tidak mempunyai otoritas mengambil keputusan sendiri, yang
berhak mengambil keputusan atau menentukan keputusan adalah pihak-pihak yang
bersengketa yang disepakati selama berlangsungnya proses mediasi.
E.
Tahapan Mediasi
Sama
halnya dengan proses penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai
beberapa tahapan yang harus dilalui. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi
ke dalam tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap
pengambilan keputusan.
a.
Tahap Persiapan
Dalam
sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator untuk terlebih dahulu
mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang akan
dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan pada tahap ini juga mediator biasanya
mengkonsultasikan dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi, identisas
pihak yang akan hadir, durasi waktu dan sebagainya.
b.
Tahap Pelaksanaan
Dalam
tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum yatu dimana
sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau membentuk
forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator mengeluarkan
pernyataan pendahuluan.
c.
Tahap Pengambilan Keputusan
Pada
tahap ini para pihak saling bekerja sama dengan bantuan mediator untuk
mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket,
memperkecil perdebatan-perdebatan dan mencari basis yang adil bagi alokasi
bersama. Dan akhirnya para pihak yang sepakat berhasil membuat keputusan
bersama. Dalam tahap penentuan keputusan mediator dapat juga menekan para
pihak, mencarikan rumusan-rumusan untuk menghindari rasa malu, membantu para
pihak dalam menghadapi para pemberi kuasa (kalau dikuasakan).
F.
Keputusan Hakam tidak sama dengan Keputusan Qadli
Keputusan
yang diberikan oleh hakam, harus dilaksanakan oleh yang bersangkutan, menurut
Ahmad dan Abu Hanifah dan menurut suatu riwayat dari As-Syafi’i. tetapi menurut
riwayat yang lain, hukum yang diberikan oleh hakam itu tidak harus diturutioleh
pihak iyang bersangkuta.
G.
Keuntungan Mediasi
Secara
umum pihak yang bersengketa menggunakan jalur mediasi sebagai penyelesaian
sengketa dapat menemukan beberapa keuntungan yaitu:
a.
Proses cepat. Persengketaan yang paling banyak ditangani oleh pusat-pusat
mediasi publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung dua
hingga tiga minggu dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau
setiap kali pertemuan hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal
ini sangat berbeda jauh dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses
arbiterase dan proses litigasi.
b.
Bersifat rahasia. Segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi
bersifat sangat rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses pemeriksaannya tidak dihadiri
oleh publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses
litigasi. Untuk perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka
untuk umum dapat dihadiri oleh publik atau diliputi oleh pers sehingga sebelum
pengambilan keputusan dan dapat bermunculan berbagai opini publik yang ada
gilirannya dapat berpengaruh pada sikap para pihak yang bersengketa dalam
menyikapi putusan majelis hakim.
c.
Tidak mahal. Sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan dengan
biaya sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena dalam
proses mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.
d.
Adil. Solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan
kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan
oleh sebab itu pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi
rasa keadilan para pihak.
e.
Pemberdayaan individu. Orang-orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya
sering kali merasa mempunyai lebih banyak kuasa daripada mereka yang melakukan
advokasi melalu wakil seperti pengacara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar